Badanku terasa segar bugar setelah ibu menyedot pusakaku, aku tak bisa menahan rasa cintaku padanya. Tapi ibu bersikap seperti biasanya tak menampakkan perasaan malu atau canggung didepanku, aku salut dengan mentalnya yang begitu kuat.
Jika sedang tak ada pembeli, aku selalu membantunya menyiapkan bahan-bahan untuk membuat gorengan, agar besoknya ibu tak terlalu dibebani dengan kesibukan yang lain. Meskipun ibu sudah menyedot penisku tapi tak mengurangi rasa hormatku kepada ibuku. Niatku pada ibu bukan hanya sekedar melampiaskan nafsu birahi saja, aku ingin ibu menjadi pendamping hidupku, lalu melahirkan anak-anakku. Aku tahu zina adalah dosa besar, apalagi yang akan aku zinahi adalah ibu kandungku sendiri, terlebih lagi aku berniat menghamili ibuku suatu saat nanti. Cinta memang tak mengenal kasta, tak memandang status, tak melihat usia. Selain karena aku sudah lama hidup berdua bersama ibu, tahu karakter dan sifat masing-masing, tentu hanya tinggal beberapa langkah lagi akan kudapatkan ibuku seutuhnya.
Bagaimana aku tak mencintainya, ibu yang menjagaku merawatku sedari kecil, ditambah lagi bodynya yang super bahenol masih terlihat cantik dan segar. Apalagi ibu kalau lagi subur-suburnya terlihat mempesona, payudaranya bongkahan pantatnya juga tubuhnya seperti memancarkan aura yang membuat sperma didalam tubuhku mendidih.
Setiap hari selalu ada ibu-ibu menemani ibuku ngobrol didepan warung, karena kebetulan didepan warungku ada tempat untuk lesehan berbentuk panggung 4X3meter. Aku senang melihat ibuku bahagia bisa tertawa bersama para ibu-ibu, disela-sela obrolan aku mendengar mereka membicarakan lelaki didepan ibuku, sedangkan aku tiduran pake bantal dekat pinggul ibuku disebelah kanannya, ibu-ibu ada 3 orang disebelah kiri ibuku.
Ibu selma: "Bu Aminah (nama ibuku), ibu udah menjanda lama sekali... Kok belum nikah lagi sii Bu? Padahal ibu masih cantik lho..?"
Ibuku: "Ahh.. ibu selma ini bisa aja, saya sudah tidak tertarik menikahi laki-laki lain Bu... Gmna yaa?.. soalnya ada Arga anakku yang menjaga dan merawatku.... dia satu-satunya anak kesayanganku..." Tangan kanan ibuku mengusap kepalaku, aku sendiri pura-pura tidur disisinya.
Ibu selma: "kalau masalah menjaga dan merawat ibu Aminah sih saya tahu, soalnya Arga putra ibu orangnya baik... berbakti sama orang tua, saya sendiri pun percaya putra ibu emang bertanggung jawab orangnya. Tapi Bu Aminah, emang ibu kuat gak dinafkahi batin oleh lelaki Bu? Hehehe!"
Ibuku terdiam sejenak, tangan kanannya memegang telapak tanganku lalu meremasnya, "memang Bu Selma, saya sudah bertahun-tahun menahan libido seksual yang tak tertahankan, tapi saya berusaha sekuat tenaga menahannya. Sekarang Alhamdulillah saya (ibu semakin meremas erat telapak tanganku sampai tanganku dan tangannya basah oleh keringat) ada anak saya yang membantu saya. Maksud saya Bu Selma... Arga yang membuat saya menjadi pusat perhatian saya menepis cinta laki-laki lain.." ibu berkata dengan nada agak gugup didepan ibu-ibu.
Ujung-ujungnya pembicaraan pun selesai, yang saya tangkap dari obrolan mereka adalah lelaki alias pendamping hidup, masalah diatas ranjang dan mendapatkan kepuasan seksual.
Setelah para ibu-ibu pergi meninggalkan warung, ibuku ternyata menyadari aku mendengarkan obrolannya bersama para ibu-ibu. Lalu ibuku berkata sambil mengelus rambut kepalaku, "sayang... Kamu mendengarnya kan tadi?"
"Iyaa Bu, maafkan Arga... Seharusnya Arga tak tiduran dekat ibu... "
"Memangnya kalau tak ada kamu disisi ibu kenapa sayang?"
"Hmmm... Seandainya tak ada Arga disamping ibu... Apakah ibu akan berkata bahwa Arga lebih ibu utamakan dari lelaki lain yang mendekati ibu? Dan apakah benar... Arga bagi ibu sudah bisa memenuhi kriteria sebagai lelaki yang sudah bisa memenuhi kebutuhan bathin ibu?"
"Sebenarnya ibu malu mengatakannya sayang... Sudah 10 tahun ibu menjanda memang haus akan belaian lelaki, tapi... Ibu punya harga diri meskipun hidup ibu berkekurangan dan ketersiksaan menahan gejolak hawa nafsu. Akhirnya berkat kamu malam tadi... Ibu jujur merasa bahagia sekali... Karena... Semalam ibu orgasme berkat kamu ... Ibu jadi malu mengatakannya.." muka ibuku terlihat memerah menunduk, tentu aku melihat wajahnya yang cantik dari bawah.
Sambil ku peluk paha ibu aku berkata, "Memang sudah menjadi hal yang lumrah Bu bagi yang namanya manusia... Manusia butuh makan, tidur, juga bahagia. Salah satu sumber dari setiap kebutuhan manusia diantaranya kebutuhan bathin, ibu tidak salah... Kita tidak salah melakukannya... Aku malah bersyukur ibu tidak melampiaskannya kepada lelaki lain.. meskipun diikat dengan tali pernikahan. Kalau ibu berkenan, Arga siap memenuhi kebutuhan batin ibu. Maafkan kata-kata Arga yang tak pantas diucapkan seorang anak kepada ibu... Memang itu salah bahkan berdosa, tapi niat Arga baik Bu yaitu saling membutuhkan... Kita sudah hidup berdua lama sekali apakah ibu tidak mempercayai putra ibu sendiri?"
Mata ibuku berkaca-kaca, karena menunduk menatap wajahku yang tadi sedang berbicara, air mata ibu pun menetes mengenai keningku sampai aku merasakan kehangatan air matanya.
"Ibu memaklumi kamu sayang... Sekarang kamu sudah dewasa... Ibu percaya kamu yang sudah ada dihati ini (ibu memegang dadanya)... Beri ibu waktu untuk memikirkannya karena ibu masih teringat almarhum ayahmu ya..?"
"Iyaa Bu gpp.. jangan terlalu ibu pikirkan... Yang penting kita berdua bahagia meskipun dalam keadaan kekurangan... Arga akan selalu bersama ibu dalam keadaan apapun.." ibuku tersenyum lalu mengusap kepalaku.
"Kamu itu selalu bikin ibu bahagia sayang.. udah ahh.. jangan lama-lama dipeluk paha ibu gelii ihh... Itu tangan kamu jangan ketinggian nanti kesentuh kepunyaan ibu sayang.." ibu memegang tanganku, tak marah hanya cemberut manja diselingi senyuman.
"Kalau ibu tak mengijinkannya Arga gak berani kok Bu... Maafkan Arga yaa...?"
"Iyaa.. iyaaa.. awas yaa kalo masuk tuhh tangan... Ibu akan ngambek sama kamu..."
"Jangan ngambek Bu.. nanti cantiknya ilang lho..!"
"Masssaa??"
"Iyaa... Hehehehe! Arga kedalam dulu yaa bu?"
"Iyaa sayang..."
Aku pun bangkit dari tidur disamping ibu, lalu pergi kedalam seperti biasa beres-beres. Waktu menunjukkan sudah pukul 3 sore, setelah beres-beres lalu mandi, aku pergi kebelakang warung duduk sambil memandang awan yang bergerak menuju gunung juga burung-burung yang terbang saling berkejaran.
Ketika sedang menikmati pemandangan alam yang indah, aku tiba-tiba merenungi nasibku yang seperti ini, menjaga warung, pergi kehutan dan kepasar tanpa menghasilkan uang yang banyak.
Disaat usiaku menginjak 23 tahun, aku belum bisa membuat gebrakan yang membuat ibu bahagia. Aku ingin sekali pergi kerja ke kota, tapi aku khawatir dengan ibuku bila ku tinggal. Aku sebenarnya malu seakan aku seperti seorang pengangguran yang keberadaanku seperti tidak berguna. Ketika sedang duduk dibelakang memandang tebing (kebetulan warung kami disisi tebing) ibu datang menghampiriku, lalu duduk di sampingku.
"Arga, ibu lihat kamu selalu melamun, kenapa nak?"
"Ehh.. ibu. Gak ada apa-apa kok Bu. Arga hanya melamun yang tak penting saja."
"O,.. ya sudah ibu kedepan lagi kalo begitu..." lalu ibu pergi meninggalkanku tak ngomong sepatah katapun. Ketika aku tanya, ibu menjawabnya dingin. Bahkan ibu lebih banyak diam dan mengacuhkanku, aku bertanya dalam hati apa aku berbuat salah? Padahal baru tadi aku bermesraan dan bersenda gurau dengan ibu, apa aku harus jujur? Hingga pukul 9 malam ketika warung sudah aku tutup, ibu masih diam seribu bahasa tak mau ngomong denganku, ketika aku memandangnya ibu sering memalingkan wajahnya.
Pukul 9 malam lebih ibuku baru saja selesai mandi. Aku langsung mengetuk pintu kamar ibuku untuk menjelaskan masalah yang telah terjadi, ku pilih malam hari karena pikiran dan hati akan terasa dingin. Toktoktok! "Bu, boleh Arga masuk?" "Masuk aja gak dikunci.." aku pun masuk dan kulihat ibu tiduran memeluk guling sambil membelakangiku. Aku duduk dipinggir kasur ibu lalu memegang pundaknya. "Bu, ibu marah sama Arga Bu? (Masih diam) Ada apa sebenarnya Bu? Apa yang sudah Arga lakukan sama ibu sehingga ibu sangat membenci Arga Bu?" Lalu ibu membalikkan badannya sehingga badannya terlentang, terlihat oleh mataku payudara ibuku membusung keatas seperti buah melon, juga sekilas terlihat dibalik celana tidurnya yang tipis bermotif Doraemon memek ibuku yang begitu tembem. Ibu melihatku lalu berkata, "siapa yang membenci kamu Arga? Ibu tak membenci kamu... ibu juga tak marah sama kamu... hanya saja ibu kesal sama kamu. Kenapa kamu gak terbuka sama ibu tadi?.. ibu tanya kamu, tapi kamunya malah bilang gpp... padahal kamu lagi mikirin sesuatu. Ibu gak suka kalo kamu nutupin masalah terus dipendam sendiri, menyelesaikan sendiri. Lalu ibu kamu anggap apa arga?... Ibu sayang kamu, kamu harapan ibu satu-satunya... dari sore ibu sedih campur kesal karena kamu gak terbuka sama ibu!" setelah ibu ngomong seperti itu, aku naik ke kasurnya ibu lalu menggenggam tangannya.
"Maafkan Arga Bu, Arga sudah membuat ibu khawatir. Tadi sore sebenarnya Arga sedang memikirkan ibu, Arga sudah dewasa tapi belum bisa membahagiakan ibu. Arga berpikir bagaimana kalau Arga bekerja dikota mendapat uang banyak lalu membahagiakanmu Bu. Tapi ternyata malah membuat ibu sedih..."
"Arga... Ibu tak berharap kamu pergi kekota mencari uang hanya untuk membahagiakan ibu nak, ibu senang kamu berpikiran seperti itu, tapi tolong... jangan tinggalkan ibu sendirian sayang. Tinggallah bersama ibu disini, kita hidup bersama berjuang menyambung hidup bersama. Ibu akan kesepian bila kamu tinggalkan ibu sendirian nak... Emang kamu tega ninggalin ibu sendirian nungguin warung? Kalau ada lelaki yang godain ibu gimana sayang? Kamu gak mau itu terjadi kan?" Ibu mencium tanganku dan menggenggamnya erat sekali seakan jangan tinggalkan ibu ini jauh-jauh.