Sebut saja nama saya Guo Jing. Saya adalah seorang lelaki peranakan Chinese. Kegemaran saya akan cerita-cerita sedarah bermula dari hobi saya browsing di Internet. Pertama kali, seperti halnya anak muda, saya tertarik dengan film-film dewasa. Lama-kelamaan, hanya film membuat saya bosan juga. Akhirnya saya mencari cerita-cerita seru dewasa, di mana saya menjadi tahu situs-situs seperti wiro, nyamuk dlsb. Tidak ketinggalan, situs-situs seperti literotica dan asstr juga menjadi laman web yang sering saya kunjungi. Lambat laun saya menemukan cerita sedarah. Pada mulanya, sepertihalnya orang-orang lain, saya merasa bersalah membacanya, tetapi tidak hanya itu saja yang saya rasakan. Ada perasaan yang lain, yang pada mulanya tidak dapat saya kenali, tetapi akhirnya saya sadari juga. Bahwa ada kenikmatan tersendiri yang saya dapatkan. Hal yang tabu justru membuat sensasi sensual yang saya rasakan menjadi berkali lipat.
Kegemaran membaca cerita-cerita seperti ini membuat saya berkenalan dengan banyak orang yang juga mempunyai 'fetish' atau obsesi seksual akan hubungan sedarah. Saya ikut dalam suatu forum dari luar negeri berbahasa inggeris di sana. Dan setelah sekian lama saya berbincang-bincang, maka ternyata ada banyak orang indonesia juga yang menjadi member. Dari sinilah kami berbagi cerita. Berhubung saya adalah lelaki, maka fetish saya lebih ditujukan kepada wanita yang memiliki hubungan sedarah. Entah ibu, saudara dan tante. Dan saya bergaul di internet dengan orang yang memiliki fetish yang sama dengan saya.
Dari sinilah saya banyak menuliskan cerita-cerita yang dituturkan oleh teman-teman saya. Ada kisah yang relatif singkat, ada yang memiliki kisah panjang dua generasi, bahkan ada yang lebih dari dua generasi. Berhubung kami tidak pernah bertemu muka, maka saya tidak mengetahui apakah cerita yang mereka tuturkan kepada saya itu adalah kisah nyata ataukah hanya fantasi saja. Cerita-cerita mereka saya upload di forum semprot tentu saja dengan persetujuan sang empunya cerita. Perlu digaris-bawahi di sini, bahwa sebagai penulis, saya mengedit cerita-cerita mereka dengan menambahkan fantasi-fantasi saya sendiri dan menambahkan alur maupun suasana yang membuat kisah mereka lebih dapat dinikmati oleh pembaca. Sehingga, walaupun andaikata cerita yang mereka kisahkan itu adalah kisah nyata, maka setelah saya sunting, cerita tersebut sebenarnya masuk dalam kategori historical fiction. Mirip-mirip novel Dan Brown yang menambahkan fiksi dalam kisah yang sudah tertulis di sejarah. Tetapi tentu saja, historical fiction dari saya adalah history dalam pengertian yang lebih kecil, yaitu sejarah keluarga dari tokoh yang saya tuliskan ceritanya itu.
Sudah ada beberapa yang saya tulis. Dua buah kisah yang panjang belum juga selesai saya sunting dari kisah aslinya. Namun untuk lebih adil, maka saya juga akan memposting sebuah cerita yang tidak ada hubungannya dengan Trilogy Anak-anak Sedarah dan juga Petualangan Si Ari. Cerita yang satu ini lebih singkat, karena sama halnya dengan kisah Akibat Ke Dukun, maka cerita ini pun hanya punya satu Target Operasi, yaitu ibu kandungnya. Semoga cerita ini bisa menambah koleksi para member setia dari forum semprot. Dan bagi para penggemar Ari maupun Keluarga Sedarah, agar bersabar menunggu kelanjutan tiap serial. Bukankah J. K. Rowling menulis 7 buah buku Harry Potter dalam rentang waktu yang lama juga? Menurut pendapat saya, sesuatu dikerjakan perlahan, hasilnya tentu akan lebih baik lagi.
BAB SATU
Namaku Memet. Aku lahir sebagai anak tunggal. Kedua orangtuaku bekerja. Kami tinggal di pinggiran kota Jakarta. Setiap hari, ayahku akan berangkat pagi jam 5.30 pagi menuju kantornya dengan motor. Sementara aku akan dibonceng ibu ke sekolah pada jam setengah tujuh untuk selanjutnya ibu akan bekerja setelah aku didrop di sekolah.
Ritual pagi kami dalam menyambut hari kerja dan hari sekolah adalah sebagai berikut: Ayah akan bangun duluan sekitar jam 4.45, karena ia memang harus berangkat pagi. Ia akan mandi sekitar lima belas menit dan segera membangunkanku untuk mandi pada jam 5 pagi. Saat itu ibu akan bangun waktu ayah bersiap berangkat ke kantor untuk mempersiapkan sarapan dan pakaian ayah. Mereka akan sarapan bersama. Aku biasanya selesai mandi jam lima lewat dua puluh dan bersiap-siap. Aku biasanya turun ke ruang makan jam 5 lewat 30 untuk sarapan. Saat itu ibu biasanya sudah selesai mencuci perabotan atau merapikan dapur. Lalu ibu akan mandi jam 5.35 sampai kurang lebih jam 6. Lalu ibu akan berdandan dan bersiap-siap hingga jam 6.20. Pada pukul 6.30 kami akan berangkat meninggalkan rumah.
Keluarga kami adalah keluarga sederhana dan sopan. Ayah termasuk salah satu orang yang dijadikan panutan dalam hal beribadah oleh para tetangga kami(aku tak akan memberikan detail tentang ini), yang jelas, ayahku terkenal alim. Ibuku juga termasuk ibu yang dianggap alim karena aktif dalam berbagai kegiatan ibu-ibu di kompleks dan juga dalam aktivitas berkeagamaannya. Karena itulah, di dalam rumahku, kesopanan dan adat dijunjung tinggi. Kedua orangtuaku tidak pernah menggunakan kata-kata yang kotor. Belum pernah kudengar mereka mengeluarkan umpatan tentang bagian tubuh atau hubungan intim manusia ketika mereka marah. Paling banter ayahku akan memaki "Semprul!" atau terkadang "Sial!" ataupun makian nama-nama hewan itupun kalau kemarahannya sudah tak bisa dibendung lagi, dan kejadian seperti itu sungguh sangat jarang. Menurutku, bagi mereka, berkata-kata kotor yang saru sangatlah dilarang, karena mungkin bagi mereka hubungan seksual itu adalah sesuatu yang jorok atau sebaiknya dihindari.
Ini kuperhatikan dari fakta bahwa kedua orangtuaku memiliki kamar yang terpisah. Setelah aku mengetahui mengenai seks (itu juga dari pergaulan di sekolah), maka aku barulah mengerti bahwa terkadang di malam hari, terdengar langkah berat ayah dan bunyi pintu kamar ibu dibuka lalu ditutup lagi, itu berarti mereka akan berhubungan seks. Namun frequensi hubungan seks mereka sangatlah jarang. Terlebih lagi, di dalam rumah, tak pernah aku melihat ayah mencium pipi ibu, apalagi bibirnya. Kalau ibu cium tangan ayah, itu tiap hari dilakukan bila ibu pamit untuk pergi ke suatu tempat, atau bila ibu tiba di rumah dan saat itu ayah sudah ada di rumah, atau bila ibu menyambut ayah pulang. Tapi sungguh, hanya itu yang kulihat. Ibu mencium tangan ayah.
Karena itulah, aku belajar segala sesuatu mengenai seks di sekolah dari teman-temanku. Apakah hubungan seks itu, apa saja makian kotor yang ada, bagaimana bayi dilahirkan dan seterusnya dan seterusnya. Aku tidak pernah berani menanyakan apapun mengenai hubungan seks dari kedua orangtuaku. Dan oleh karena pergaulan inilah, minatku untuk mengetahui lebih jauh mengenai keindahan tubuh wanita mulai terpupuk. Hal ini terjadi ketika aku berumur 12 tahun.
Semenjak aku berusia 12 tahun, di saat aku baru kenal seks, aku menjadi lebih memperhatikan ibuku. Ibuku adalah wanita karir yang menjaga tubuhnya dengan baik. Ibuku tingginya sekitar 160 cm. Kulitnya putih dan tubuhnya kurus. Ibu memiliki dada yang agak besar, namun tidak terlalu besar. Ukuran bra-nya 34B setelah ku gratak lemari pakaian ibu ketika tidak ada orang di rumah. Aku memang sangat terobsesi dengan kecantikan dan keseksian tubuh ibuku. Sungguhlah sesuatu yang aneh bagiku, karena ayahku sendiri adalah seorang lelaki yang pendek, tingginya hanya sekitar 155 cm, bertubuh gemuk. Walaupun wajahnya lumayan ganteng, tetapi kalau ibu dan ayah berjalan, terlihat lucu juga. Untung saja aku tidak sependek ayah, mungkin gen yang mempengaruhi tinggi badanku didapatkan dari ibu. Tinggiku saat aku kelas 2 SMP, saat aku mulai berhubungan dengan ibu adalah 158 cm. Saat aku bercerita mengenai kisahku kepada bro Guo Jing, aku berusia 30 tahun dan tinggal bersama ibu di suatu kota di luar pulau Jawa sebagai suami isteri. Orang-orang hanya tahu bahwa kami pasangan beda usia 17 tahun dengan memiliki tiga orang anak.
Berbeda dengan cerita-cerita khayalan lain di mana sang anak selalu berhasil menghamili ibunya pada saat mereka berhubungan badan pertama kali, aku menghamili ibu saat aku berusia 24 tahun. Ibu selalu memakai kontrasepsi semenjak sebelum berhubungan denganku, karena waktu itu, ia tidak mau memiliki anak dengan ayah karena hubungan ibu dan ayahku tidak harmonis lagi. Ibu terus memakai kontrasepsi sampai akhirnya aku tamat kuliah. Sebenarnya aku ingin menghamili ibu dari pertama kali kami berhubungan, tapi ibu tidak mau dihamili anak sekolahan dan juga, dia bilang bila ingin menghamili ibu, aku harus serius belajar agar cepat lulus. Pada usia 22 setengah tahun, aku merampungkan S1 ku lebih cepat, karena aku mengambil banyak SKS. Pada usia 23 tahun aku mendapatkan pekerjaan di luar kota, kami pindah.
Karena aku ingin sekali menikahi ibu secara legal, aku mengurus surat-surat identitas ibu lewat suatu perusahaan gelap. Walaupun ayah terus menyantuniku selama aku kuliah, dan ibu tetap bekerja sehingga kami punya simpanan di bank, tapi mengurus identitas baru untuk ibu adalah suatu hal yang sangat susah dan mahal. Untung saja di internet aku bertemu kawan-kawan yang juga memiliki hubungan sedarah. Ternyata ada perkumpulan rahasia yang membantu pasangan sedarah yang kesulitan seperti kami. Dari kawan baruku yang akhirnya aku percayai, namanya sebut saja Guo Jing, aku dikenalkan kepada beberapa temannya yang ternyata adalah pengusaha-pengusaha sukses, ada pejabat juga, bahkan ada paranormal segala. Mula-mula aku skeptis dan curiga. Jangan-jangan mereka adalah jaringan bisnis porno yang menginginkan sesuatu dari aku dan ibu. Tapi semuanya ternyata berjalan dengan baik. Bahkan aku ditawari kerja oleh, sebut saja Pak Febri, seorang pengusaha tambang di Kalimantan yang memiliki beberapa isteri yang ternyata semuanya ada hubungan darah dengannya. Ada sedikit kecemburuanku pada bosku itu, bukan aku cemburu secara personal, tetapi karena ia memiliki banyak keluarga, banyak yang bisa ia nikahi. Tetapi, di lain pihak, aku dan ibuku menjadi sangat dekat dan adalah soulmate yang tak terpisahkan.
Pada saat aku berusia 24 tahun dan ibu 41 tahun, kami menikah di Kalimantan, pernikahan sederhana yang dihadiri bosku dan beberapa kawan dari komunitas rahasia kami, saudara 'ketemu gede'ku, Guo Jing juga hadir sebagai saksi. Setahun kemudian anak pertama kami lahir. Aku sering menggoda ibu dengan mengatakan padanya bahwa aku telah memberikan cucu kepada ibuku dan ibu selalu tertawa dan biasanya kami akan mengalami persenggamaan yang penuh gairah setelahnya.
Kembali ke pengalamanku waktu aku berusia 12 tahun. Aku selalu berusaha untuk dekat dengan ibu saat ia sedang bersiap di kantornya. Aku mulai belagak kebelet dan menunggu di depan kamar mandi sampai ibu keluar dari situ. Ia pertama kali kaget dan bertanya, aku bilang kebelet sambil mencuri-curi pandang tubuhnya yang seksi itu. Lalu aku masuk kamar mandi lalu pura-pura buang air besar. Pertama kali lihat pemandangan tubuh ibuku berbalut handuk, membuatku nafsu sehingga aku segera masturbasi setelah menguci pintu kamar mandi. Ada rasa syok melihat ibu hanya berhanduk dan menyadari bahwa di balik handuk itu beliau tidak memakai apa-apa membuat nafsuku bagai mau memecahkan kepalaku. Mulai saat itu ritualku bertambah satu lagi. Yaitu menunggu ibu keluar kamar mandi untuk melihat tubuhnya yang sedikit lembap karena air yang terlihat sangat menggairahkan bagiku, untuk kemudian melakukan onani di kamar mandi.
Ritual tambahan ini berlangsung selama beberapa minggu sampai aku merasa bosan dan ingin melihat lebih jauh lagi. Aku ingin melihat ibu telanjang bulat saat mandi! Maka aku menyiapkan rencana agar kali ini aku masuk kamar mandi saat ibu sedang mandi dan mengaku kebelet. Toh sudah lama aku selalu pura-pura sakit perut tiap pagi setelah ibu mandi dan kenapa tidak aku coba untuk memajukan jam sakit perut?.
Maka aku mencobanya. Percobaan pertama gagal, karena pintunya dikunci. Selama beberapa waktu, aku tidak berani mencoba lagi. Pada percobaan kedua, aku meraih gagang pintu dan mencoba memutarnya ternyata tidak terkunci. Antara takut dan tidak, aku bergulat dengan pikiranku sendiri mencoba memutuskan apakah aku berani melakukannya? Akhirnya saat itu aku tidak melanjutkan usahaku. Terutama karena aku berpikir bahwa bila aku bilang ibu bahwa aku kebelet dan ternyata tidak buang air bukankah akan dimarahi? Oleh karena itu, aku mulai melatih untuk buang air tiap pagi saat aku mandi, walaupun sebelumnya tidak pernah, namun kuncinya adalah makan malam harus dibanyaki dan juga minum air putih. Lalu aku mulai nongkrong tiap pagi. Setelah beberapa minggu, maka aku terbiasa untuk buang air besar tiap pagi. Setelah itu aku mulai percaya diri.
Pada percobaan ketiga, pintu terkunci. Aku gagal lagi. Berkali-kali aku mencoba, namun tidak pernah berhasil. Entah pada percobaan ke berapa, aku tidak ingat lagi, aku dengan setengah hati mencoba memutar kenop pintu, dan ternyata kali ini tidak terkunci! Sayangnya aku melakukan percobaan ini padahal ibu sudah cukup lama mandi, maklum aku saat itu agak skeptis, dan percobaanku ini lebih ke iseng saja, dan aku dengar suara ibu sedang gosok gigi, aku penasaran apakah ibu gosok gigi dengan tanpa busana ataukah tidak? Dengan menetapkan hati, aku memasang muka orang kebelet dan lalu tiba-tiba membuka pintu dan berkata agak kencang,
"Buuuu..... Memeeet sakit peruuuuuttt....."
Ibu sedang menggosok gigi, dan dengan kecewa kulihat ia memakai handuk. Dapat kulihat dua payudara ibu yang terbungkus handuknya, bulat dan tampak tegak. Payudaranya berukuran sedang sehingga masih terlihat ada jarak di antara 2 bukitnya yang indah yang terlihat mengintip dari balik handuk yang membalut tubuhnya yang ramping dan agak basah membuat kulitnya yang putih bersinar ketika terpapar sinar matahari yang masuk lewat jendela kamar mandi.
Tidak ada cacat di sekujur tubuh ibu yang mulus itu. Bau harum sabun cair yang dipakainya semerbak memenuhi kamarku. Aku sudah akil baliq dan selalu bangun dengan kondisi burung yang keras, dengan melihat pemandangan indah tubuh wanita yang mengandung dan melahirkanku itu, burungku jadi berdenyut-denyut. Wajah ibu walaupun tidak bisa disamakan dengan artis ibu kota, tetapi wajahnya sangat cantik bagiku. Hidungnya yang sedikit betet menghiasi wajahnya yang tirus dan melancip di dagu kecilnya, matanya yang sedikit belo dengan alis tipis memanjang, dihiasi oleh lesung pipit kecil yang mengapit bibirnya yang tipis, menambah kecantikan ibuku. Ibuku adalah wanita ideal bagiku, bahkan sampai sekarang ketika aku sudah dewasa. Di usianya yang saat itu 32 tahun, ibu tampak seperti perempuan dalam usia 20 tahunan saja. Betapa bahagianya ayahku.
Setelah itu aku menjadi tidak berani lagi, karena aku melihat wajah ibu yang setengah syok setengah marah ketika aku masuk kamar mandi tiba-tiba. Untung saja aku sudah punya alasan, sehingga wajah ibu tidak menunjukkan kemarahan lagi. Jadi, aku memutuskan untuk play safe dan ritualku kembali menunggu setelah ibuku selesai mandi dan aku sempat mencuri pandang tubuhnya, aku akan bergegas ke kamar mandi dan mulai melakukan sex swalayan, alias masturbasi sambil membayangkan kemolekan tubuh ibu kandungku itu. Terkadang ketika kudengar ia gosok gigi, aku akan ketok-ketok dulu, ibu akan membuka pintu dan menyuruhku menunggu sebentar, sehingga aku dapat sedikit lebih lama lagi memperhatikan tubuh moleknya, sebelum kamar mandi kukuasai sesudahnya.
Bulan-bulan awal aku masturbasi secara biasa di kamar mandi. Namun, beberapa bulan kemudian, aku menyadari bahwa celana dalam dan BH milik ibu yand dipakai sebelum mandi tentu ditaruh di keranjang baju kotor di kamar mandi. Aku mulai memakai celana dalam dan BH bekas pakai milik ibu sebagai bahan masturbasi. Bagian dalam dari kancut ibu di mana memeknya menempel, kuendus-endus sehingga aku tahu aroma kemaluan ibuku. Dan ternyata bau memek ibu sangat mantap tercium di hidungku, bau memeknya adalah campuran antara bau pesing dengan bau lain yang kuyakin adalah bau tubuh ibu beserta bau cairan kemaluannya itu. Bhnya pun kuendusi agar aku dapat mengetahui bau tubuh ibu. Walaupun baunya tak setajam bau vagina ibu. Sehingga, waktu masturbasi, celana dalam ibu aku jadikan bahan untuk kuendus, kucium dan jilati, sementara BH ibu yang halus dan lembut kujadikan alat membungkus kontolku ketika aku mengocok penis. Sambil duduk di closet, aku asyik mengocok penisku yang diselimuti BH ibu, sementara celana dalamnya kugenggam dan ku endus-endus dengan penuh nafsu. Seringkali bagian selangkangan celana dalam ibu tercetak cairan kekuningan yang kuyakin adalah campuran sedikit air kencing ibu, keringat ibu dan air pelumas vaginanya. Seringkali aku membenamkan wajah di bagian selangkangan itu lalu menggosoknya sekujur wajahku sambil membayangkan bila suatu saat aku dapat langsung melakukannya di memek ibu. Seringkali aku hanya menghisap tanpa henti noda kuning di celana dalam ibu sambil mengocok penisku yang berlapis BH ibu dengan penuh nafsu. Aku selalu ejakulasi di bagian dalam salah satu cup BH ibu.
Orang-orang bilang, seorang lelaki akan selalu mencari perempuan yang mirip dengan ibunya, dan aku sangat setuju. Ibu adalah orang yang merawat kita dari kecil, memberikan cintanya yang tulus kepada kita tanpa minta balasan. Tentu saja cinta seperti ini adalah cinta yang akan menghasilkan rasa terimakasih dari orang yang menerimanya. Sebagai anak, sejalan dengan waktu, kita akan tumbuh dengan mencintainya juga. Namun, aku merasakan bahwa selain aku mencintai ibuku sebagai seorang anak, aku juga mulai mencintainya sebagai seorang lelaki mencintai seorang perempuan.
Tentu saja, pada usiaku yang masih sedikit itu, aku tidak mengetahui pasti apa yang aku rasakan. Yang aku mengerti bahwa, aku sangat menyukai memandang tubuh ibu dan kemudian mengocok burungku sambil membayangkan tubuh ibu itu. Aku membayangkan bagaimana rasanya bila aku dapat meraba sekujur tubuh ibu yang seksi itu. Bagaimanakah bentuk payudaranya tanpa ditutupi apapun. Bagaimanakah bentuk kemaluan ibuku bila telanjang. Bagaimanakah rasanya kulit ibu yang putih dan halus itu bila aku jilat dengan lidahku ini?
Hanya saja, saat itu aku sudah puas dengan hanya melihat dan membayangkan. Tidak lebih. Ada rasa takut sebagai anak kecil untuk melakukan lebih jauh. Takut kepada ibu, terlebih takut kepada ayahku. Apa jadinya nanti bila ayahku tahu apa yang ada di otakku? Bisa-bisa habis aku dihajarnya. Atau bisa saja aku diusir dari rumah karena aku adalah anak dengan otak yang kotor yang menginginkan ibu kandungnya sendiri.
Saat ibu selesai mandi, ibu akan mempersiapkan diri untuk kerja di kamarnya dan ibu biasanya akan buru-buru. Dia akan berpakaian seadanya dulu dan kemudian mondar-mandir sekeliling rumah, entah ke kamar mandi, entah balik lagi ke kamar tidurnya untuk menyiapkan segala sesuatu dengan hanya menggunakan bra, cd dan rok dalam. Di saat ini, aku akan selalu menatap tubuh setengah telanjangnya yang putih dan seksi itu tanpa berhenti. Aku juga akan selalu mencari alasan untuk berada dekat-dekat dengannya, memperhatikannya berdandan yang dilakukannya cukup lama, sekitar seperempat jam, kemudian dia akan menata rambutnya yang memakan waktu lima menit. Aku akan berusaha mengajaknya berbicara hal-hal mengenai pelajaran atau apapun yang ada di dalam pikiranku sambil mencuri-curi pandang tubuhnya yang seksi dan molek itu, terutama sekali aku menyukai payudaranya yang bentuknya proporsional sekali menghiasi silhouette tubuhnya yang ramping. Dua gundukan yang mancung dengan sebuah lembah yang memisahkan keduanya dengan begitu apik dan sensual.
Jam setengah tujuh ibu selesai bersiap-siap. Dan aku juga bersiap-siap untuk ke sekolah. Ibuku mengantarku tiap hari menggunakan motor maticnya, kala aku kelas 3 SD aku mulai malu datang ke sekolah bersama ibu, namun mulai kelas 6, aku tidak peduli lagi. Ibu selalu menyuruh aku untuk memeluk ibu dari belakang, maka dengan antusias aku memeluknya erat-erat. Wangi parfum ibu membuat burungku sepanjang perjalanan menjadi keras bagaikan batu. Aku harus berhati-hati agar burungku tidak menempel di pantat ibu. Inilah salah satu dari empat hal yang paling kusuka di pagi hari. Hal pertama adalah melihat ibu dengan handuk, hal kedua adalah masturbasi, hal ketiga adalah melihat ibu berdandan dan hal terakhir adalah berboncengan dengan ibu saat ia mengantarku ke sekolah.
Demikianlah ritual pagi yang aku lakukan selama tiga tahun. Di mulai dari aku kelas 6 SD sehingga kemudian aku duduk di kelas 2 SMP. Saat itu aku berusia 14 tahun dan ibu berusia 34 tahun.
Selama dua tahun itu, aku adalah anak yang mesum. Otakku dipenuhi birahi kepada ibuku sendiri. Apalagi ibu mulai ikut aerobik ketika aku masuk SMP, pinggangnya makin ramping dan perutnya makin rata saja. Saat ia memakai dalaman saja waktu berdandan, aku dapat melihat bahwa tubuhnya mulai berbentuk perlahan-lahan. Pada saat aku kelas 2 SMP, body ibuku walaupun ramping namun mulai berbentuk. Hampir seperti model swimsuit di majalah. Aku semakin lama semakin tidak puas hanya memandang dan berfantasi mengenai ibu. Perlahan aku mulai dapat memahami bahwa cintaku terhadap ibu kini lebih meluas lagi. Aku tidak hanya mencintainya sebagai seorang anak, tetapi aku mulai melihat ibu sebagai lawan jenis, dan aku mempunyai hasrat besar untuk dapat mengawini ibuku. Hasrat yang sudah dimiliki seorang manusia semenjak jaman purbakala. Hasrat yang dimiliki juga oleh binatang. Dan karena binatang kadang mengawini ibunya sendiri, maka aku menjadi iri kepada binatang yang tidak memiliki peraturan dan norma di alam liar.
Dalam kurun waktu itu juga, sahabatku mengajarkan kepadaku teknik untuk mengurut penisku menggunakan minyak yang entah dia bawa dari mana, dia tidak mau bilang. Dia bilang teknik itu dapat membantuku agar burungku menjadi besar dan gagah. Biasanya ia bermain ke rumahku, dan kami biasanya membuka buku porno atau majalah dewasa, yang entah dia dapat dari mana juga, untuk bermasturbasi membayangkan cewek-cewek yang ada di buku atau majalah itu. Sebenarnya aku tidak percaya, tetapi dia menunjukkan burungnya padaku dan memang lebih besar dari burungku, padahal kami memiliki postur tubuh yang sama. Dia bilang, cewek itu suka barang cowok yang besar. Jadi nyesel kalau aku tidak ikut memperbesar kemaluanku seperti dia. Akhirnya aku menurut saja dan tiap hari ketika pulang sekolah, aku mengurut penisku dengan atau tanpa temanku itu.
Di kemudian hari aku mengetahui bahwa ibu temanku itu adalah orang pintar yang pekerjaannya khusus mengurut alat vital pria agar lebih besar. Sejenis Mak Erot-lah. Itulah mengapa ia tidak pernah mengajakku ke rumahnya. Karena walaupun rumahnya besar, tapi ia malu kalau ada temannya yang melihat plang nama ibunya di depan rumah yang bertuliskan, "Dini Dyah Pitaloka, ahli perbesar alat vital dan mencegah ejakulasi dini".
Ketika aku kelas 2 SMP, alat vitalku sudah sepanjang 17 senti, entah kenapa temanku kalah dariku. Ia malah hanya sekitar 15 senti saja. Kata temanku itu, sebut saja namanya Sam, tergantung bakat keturunan. Aku sendiri tidak begitu percaya, karena dulu waktu masih kecil aku pernah mandi bareng ayah dan milik ayahku jauh lebih kecil dari milikku saat aku 2 SMP. Atau mungkin gen ini dibawa dari sisi ibu, bukan dari sisi keluarga ayah. Dan saat itu pun tinggiku sudah mencapi 158 cm. Sudah hampir setinggi ibu. Mungkin saja urusan urut penis menyebabkan tinggiku juga bertambah dengan tidak normal. Entahlah.
Mulai saat itu, aku mulai berfikiran untuk merealisasikan segala angan-anganku selama dua tahun ke belakang. Aku senantiasa mengingat kemolekan tubuh ibu, dari membayangkan berubah menjadi pengharapan dan akhirnya menjadi obsesi. Apakah yang harus kulakukan agar segala impianku dapat tercapai? Lebih dari sekali aku berdiri di depan kamar mandi lalu masuk ke dalam saat ia gosok gigi dan berniat untuk membuka pintu itu lalu mengutarakan maksudku kepada ibu. Tetapi aku selalu mengurungkan niatku karena aku masih takut. Aku selalu bilang aku sakit perut. Yang menjadi satu hal yang positif adalah, sudah beberapa minggu belakangan, pintu kamar mandi tak pernah lagi dikunci ibu. Mungkin ia merasa bahwa ini adalah kebiasaanku dan karena aku memang tulus sedang kebelet, sehingga ia tidak mengunci lagi kamar mandi.
Selain itu, aku selalu masuk kamar tidur ibu saat ia berdandan. Aku selalu mencari alasan-alasan. Salah satunya adalah mencari buku pelajaranku. Di rumah ini, kamar yang ada AC adalah kamar ayah dan ibu, sehingga aku sering tidur siang di situ. Aku selalu bawa buku pelajaran dan dengan sengaja menaruhnya di tempat yang tidak terlihat langsung, sehingga aku ada alasan untuk masuk dan melihat tubuh ibu. Kadang aku hanya ingin bicara saja, alasanku kepadanya dan ibu tidak terlalu memikirkannya, karena sedang buru-buru untuk bersiap ke kantor, dan mungkin juga karena aku anaknya, ia tidak terlalu ambil pusing.
Pada waktu itu, aku tidak hanya puas dengan masturbasi di pagi hari menggunakan celana dalam ibu. Aku mulai mencuri celana dalam ibu, agar tiap saat aku horny aku akan menggunakannya di kamarku. Celana dalam yang kucuri itu tidak ku jilati, agar bau memek ibu tidak berkurang. Aku hanya mengendus-endus dan menggosokan wajahku di bagian selangkangan, sementara aku masturbasi. Sehari kemudian aku akan mencuri kembali satu celana dalam, sehingga pada tiap harinya aku akan punya 2 celana dalam ibu dan satu BH. Ibu memang punya banyak celana dalam dan BH yang sehari diganti dua kali, yaitu tiap ia mandi. Hari ketiga, aku akan mengembalikan satu celana dalam ke keranjang kotor dan mengambil satu yang lebih fresh lagi.
Saat dua celana dalam aku miliki, aku akan menggunakan satu celana dalam yang sudah seharian aku pakai sebagai pembungkus kontolku, sementara celana dalam yang fresh kupakai di wajahku. Aku selalu menyembunyikan celana dalam-celana dalam curian itu di dalam lemari bukuku, dalam ATLAS yang besar, dengan plastik kedap udara yang sudah aku beli untuk menjaga bau memek ibu agar sebisa mungkin fresh.
Suatu ketika, pada pagi hari, sebelum aku masturbasi, aku seperti biasa menunggu agak lama sehingga bila sudah waktunya ibu gosok gigi, aku lalu ketok-ketok pintu. Hari itu ibu membuka pintu dan seperti biasa menyuruhku menunggu dengan mengangkat tangannya. Setelah ia membilas mulut, ia berkata,
"Lain kali masuk aja langsung deh. Biar cepet. Ibu buru-buru. Capek juga harus buka kunci, terus pintunya."
Aku menjadi girang. Sempat aku berfikir, ketika ibu mandi aku langsung saja masuk, tapi aku berkeputusan untuk melakukannya nanti saja. Jangan langsung. Nanti mencurigakan. Maka untuk beberapa hari, aku selalu masuk tanpa mengetuk pintu, menunggu ibu selesai gosok gigi, lalu mengunci pintu untuk melanjutkan masturbasi di kamar mandi dengan pakaian dalam fresh ibu yang akan kucuri selanjutnya, sementara celana dalam dua hari yang lalu kukembalikan, tentu saja dengan dijadikan tatakan spermaku terlebih dahulu.
Seminggu kemudian, adalah hari yang tak terlupakan bagiku. Saat kudengar ibu gosok gigi, aku langsung masuk, namun menemukan ibu telanjang bulat! Ibu sedikit kaget, namun melambaikan tangan padaku seperti biasa agar aku menunggu. Sementara, dalam keadaan setengah syok aku memperhatikan tubuh telanjang ibu yang ternyata sangat seksi dan melebihi bayanganku sebelumnya.
Memang kutahu tetek ibu besar bila melihatnya saat hanya memakai BH, namun aku membayangkan bahwa tetek itu bila terlepas dari BH nya, akan jatuh ke bawah tanpa dukungan BH dan akan memperlihatkan payudara yang sudah mengendur seperti bayanganku bila melihat foto-foto wanita stw di internet. Tetapi tidak demikian dengan kedua tetek seksi ibuku. Kedua tetek ibu hampir bulat di bagian yang membulat, dan pentilnya tidak jatuh ke bawah, melainkan tegak hampir di tengah dan pentilnya tidak sebesar yang kubayangkan. Pentilnya yang coklat mengacung tegak seukuran setengah kelingkingku waktu itu dengan bagian areola yang berwarna lebih gelap dari putingnya sedikit lebih besar dari rautan pensil bulat dengan kaca model tahun 90an. Sementara ada lembah dalam di antara dua tetek ibu yang mancung dan menggairahkan itu. Tubuhnya masih basah karena sepertinya belum handukan, menyebabkan kilauan air terkena cahaya lampu seakan menyihirku dalam keindahan lekuk tubuh ibu yang sangat sempurna. Apalagi perutnya, walau bukan perut six pack dan terlihat memiliki beberapa lipatan kecil, tidaklah buncit. Apalagi area selangkangannya yang penuh dengan jembut yang ikal dan hitam.
Aku terpesona dan bagai tersihir dan baru menyadari bahwa ibu sedang memanggil-manggil namaku.
"Memet! Kamu kayak orang bego aja bengong di situ. Ambilkan handuk ibu di lemari dulu. Handuk ibu tadi jatuh."
Aku bergegas lari ke atas tanpa menutup pintu lalu sekejap sudah kembali dengan handuk di tangan. Ketika di depan pintu aku berjalan lambat-lambat. Dari luar aku melihat pintu masih terbuka dan terdengar bunyi ibu menyiram air dengan gayung ke tubuhnya. Mungkin ia kedinginan dan tidak ingin masuk angin sehingga menyiramkan air.
Berhubung bak mandinya di hadapan pintu jadi aku melihat ibu dari belakang. Tubuh belakang ibu yang putih juga tampak sangat indah. Tampak tonjolan belikatnya menghiasi punggung ramping tapi tidak kurus, menunjukkan otot punggung yang indah yang menurun menuju pantat yang sungguh sekal dan bulat dengan lipatan pantat yang begitu rapat sehingga tidak dapat melihat apa-apa di baliknya. Paha dan betisnya yang putih tidak tampak kurus, tetapi berisi namun ramping. Lama juga aku di situ.
Ibu membalikkan badan setelah dua atau tiga menit dan melihatku sedang menjelajahi tubuh telanjangnya. Ia menaruh gayung lalu perlahan mendekatiku yang di depan pintu. Ibu tidak mengatakan apa-apa hanya menjulurkan tangan kanannya, lalu aku memberikan handuk. Dalam proses itu entah kenapa aku tak malu-malu menatapi kedua toketnya kemudian jembutnya bolak-balik berusaha mengingat-ingat lekuk yang begitu sempurna.
Mataku menatap matanya dengan tidak sengaja, kulihat alisnya agak terangkat tanda ia seakan bertanya 'apa lihat-lihat?' tapi tak ada kata yang keluar dari mulutnya. Ia handukan sambil terus melihat aku. Aku yang merasa di atas angin menjelajahi lagi tubuh ibu yang molek itu. Ketika ia menggosok ketiaknya, aku melihat bahwa ketiak ibu ternyata memiliki rambut yang jarang-jarang. Membuat kontolku makin saja mengeras. Kuperhatikan ibu menghanduki ketiak sebelahnya, lalu tangannya, lalu dada dan kedua payudaranya, menuju perut dan kemudian beberapa saat jembut dan memeknya, sebelum ia menghanduki kedua kakinya.
Gerakan ibu tidak cepat juga tidak lambat. Biasa saja. Namun ia tidak tergesa-gesa. Baru kemudian ia menggosok punggungnya dengan menaruh handuk dibelakang dan dipegang dengan kedua tangan kiri di atas kepala dan tangan kanan disamping badan. Agak lama juga, bahkan badannya agak melengkung kedepan agar punggungnya dapat terkena handuk dengan baik. Kemudian ia ganti tangan kanan di atas lalu tangan kiri di samping badan, dengan waktu yang sama dengan sebelumnya. Ibu hanya berjarak satu langkah dariku. Aku mulai bernafas agak berat menahan nafsuku. Barulah ibu kemudian membelitkan handuknya dan meninggalkan kamar mandi. Aku agak minggir namun karena aku masih tercengang gerakanku lambat, sehingga saat ibu melewatiku lengan kirinya menggesek lengan kiriku. Setelah itu aku masturbasi bagai orang kesurupan dan memuntahkan banyak sperma di celana dalam ibu.
Ibu tidak bilang apa-apa ketika kami berangkat sesuai jadwal. Tidak juga ketika malamnya. Aku tidak tahu apakah yang dipikirkan ibu dan ini membuatku bagai orang gila. Apakah ibu marah? Mengapa ibu tampak tidak terganggu ketika aku melihatnya telanjang? Tapi yang jelas aku menjadi bahagia karena aku dapat melihat ibu tanpa sehelai benangpun menutupi keindahan tubuhnya itu.
Esoknya ketika aku masuk kamar mandi, ibu memakai handuk, yang membuatku kecewa. Kali ini ibu cuek saja tanpa melambaikan tangan seakan aku tidak ada di situ. Aku menjadi hilang nafsu untuk masturbasi. Jadi saat itu aku hanya menukar celana dalam ibu saja untuk bekal siang, sore dan malam.
Tiga hari ke depan, tiap kali gosok gigi, ibu selalu memakai handuk yang membuat kekecewaanku semakin menjadi-jadi. Tapi kalau dipikir-pikir, masak ibuku akan membiarkan dirinya telanjang ketika anaknya membuka pintu tanpa alasan jelas? Waktu itu kan handuk ibu basah, jadi dia tidak pakai handuk basah. Aku simpulkan bahwa ibu tidak marah aku melihatnya telanjang, tetapi ia juga tidak akan memperlihatkan tubuh telanjangnya secara sengaja kepada anaknya.
Esoknya hari Jum'at. Aku beranikan diri kini untuk membuka pintu ketika kudengar bunyi pertama kali deburan air terdengar. Kulihat ibu yang telanjang sedang menyirami tubuhnya dengan air. Ibu yang tampaknya tidak menyadari terus menyiram tubuh telanjangnya beberapa kali sebelum mulai menyampo rambutnya. Cukup lama ia menyampo rambut. Pertama dengan wajah mendongak ke atas, baru kemudian ia menundukkan muka untuk menyampo bagian belakang kepalanya. Saat itu ia melihat aku berdiri di depan pintu. Ia tampak terkejut. Lalu ibu berkata setelah menegakkan diri dan setengah memutar tubuh untuk menatapku,
"Sakit perut? Kamu mau buru-buru ke toilet?"
"Iya. Tapi masih bisa ditahan sedikit."
"Ya udah... Bilang kalau kamu udah kebelet banget."
Lalu ibu mulai meneruskan menyampo rambut. Ketika ia menyiram rambutnya, ibu sedikit nungging dengan kepala di majukkan ke depan untuk membilas rambutnya. Berhubung kedua kakinya sedikit membuka, serta merta aku melihat lipatan bibir memeknya yang agak tembem namun rapat. Beberapa saat lewat, sekitar dua menit ibu membilas rambutnya dan mataku tertuju ke memek rapat milik ibu menyebabkan aku tahu-tahu merasakan kontolku ejakulasi tanpa dapat ditahan-tahan. Aku ejakulasi di dalam celana. Dalam panik aku mengeluarkan seragam sekolah untuk menutupi celanaku. Namun aku belum mau beranjak. Aku memperhatikan ibu ketika ia mulai menyabuni tubuh cantiknya dari belakang. Mendapat ide, aku masuk ke dalam dan duduk di closet yang aku tutup dudukkannya.
"Memet pegel nunggunya. Duduk di sini aja ya?"
Ibu tampak sedikit kaget mendengarku masuk, namun ia hanya mengangguk kecil sehingga sekarang aku mendapatkan tontonan tepat di hadapanku, bagaikan nonton konser di depan panggung. Karena bak mandinya cukup rendah, aku nikmati lekuk tubuh ibu yang berbalur busa sabun mandi yang menambah sensualitas suasana. Untung saja aku sudah ngecrot duluan, jadi aku tidak akan ngecrot untuk waktu yang beberapa lama. Ketika ibu ingin menyabuni kakinya, ia berkata,
"minggir kakinya, Met." sambil menaruh kaki kanan di tengah dudukan kloset. Aku duduk dengan tangan kanan menyender di bak mandi yang ada di sebelah kananku. Wangi sabun ibu tercium jelas, sementara memeknya yang belum disabuni terlihat seperti satu robekan lurus saja yang rapat memanjang dari ujung jembut sampai dekat anusnya. Ibu menyabuni betis dulu kemudian ke paha, sementara mataku terpaku di belahan memek rapat ibu.
Saat ibu mulai menyabuni selangkangannya, nafsuku sudah naik lagi. Kurasakan kontolku mengeras. Tak kusadari aku memajukan badan agar dapat melihat selangkangannya lebih jelas. Ketika ibu menyabuni memeknya, bibirnya terkadang merekah karena usapan tangan ibu sehingga sedikit bagian dalam yang berwarna merah muda terkadang terlihat walaupun lebih banyak gelap karena tubuh atas ibu menutup sinar lampu. Tak sadar aku menghela nafas dari mulut sehingga sedikit mendesah. Ibu lalu menarik kaki kanannya dari closet untuk kemudian berdiri lebih ke kiri closet lalu menaruh kaki kanannya ke dudukan closet sebagai halnya tadi menaruh yang kiri.
Proses penyabunan itu berlangsung lagi dari betis perlahan ke atas ke paha, untuk kemudian kembali ia mengusap memeknya untuk beberapa saat. Kemudian ia mulai menyabuni punggungnya dengan masih menghadapku. Sabunnya yang mulai luntur membuat teteknya tampak semakin jelas secara perlahan. Aku lirik sebentar mata ibu dan ia sedang menatapiku dengan pandangan serius. Aku coba tersenyum. Tidak ada reaksi dari ibu maka aku kembali coba melihat memeknya yang sayangnya kini tertutup oleh kedua pahanya.
Tak lama ia berkata,
"Ibu mau siram. Baju kamu nanti basah."
Aku berpikir sejenak, lalu segera berdiri ke depan pintu membelakangi ibu dan berusaha secepatnya membuka seluruh bajuku dengan cepat. Ku tutup pintu dahulu, ibu menoleh sebentar kepadaku kemudian menoleh ke dinding lagi menunggu. Aku menggantungkan pakaianku setelah aku lepaskan dari badanku di gantungan di pintu yang hanya terdapat handuk ibu. Untuk celana dalam aku taruh di keranjang karena basah. Lalu aku duduk kembali di kloset.
Ketika aku duduk ibu mulai menyirami tubuhnya. Tubuhnya sungguh indah, mau telanjang biasa, telanjang bersabun maupun telanjang penuh siraman air, semuanya menyebabkan entah kenapa tubuh ibu terlihat bagaikan karya seni yang amat indah dalam nuansa yang berbeda-beda. Walaupun siraman itu kadang mempercikiku, aku tak peduli, aku reguk puas-puas pemandangan indah di hadapanku itu, kujelajahi senti demi senti dari setiap jengkal bagian tubuh yang dapat kulihat. Kukagumi setiap bagiannya, kupuja tiap lekuknya, kutanamkan dalam ingatanku keindahan surgawi.
Ketika sudah selesai, ibu kukira akan handukkan lagi, tapi ia malah bergegas mengambil sikat gigi dan mulai menyikat gigi, tetap dengan menghadapku. Aku tersenyum kecil karena masih dapat berkesempatan menjelajahi kemolekan tubuh ibuku itu. Ketika aku melirik matanya, ternyata mata ibu sedang menatap kontolku yang sudah mengeras dan mengacung dengan bangga. Aku tidak malu. Toh ibu cuek saja ketika anaknya memperhatikan organ intimnya, aku merasa sudah saatnya aku membalas kebaikan ibu.
Akhirnya ibu selesai sikat gigi. Ibu secara cepat mengguyur tubuhnya beberapa kali lalu mengambil handuknya dan mulai handukkan. Tak lama ia meninggalkan kamar mandi tanpa menutup pintu.
Aku keluarkan celana dalam dua hari yang lalu miliki ibu, lalu aku ambil yang baru ditaruh ibu dikeranjang. Tanpa malu-malu dan menutup pintu, aku mulai masturbasi di celana dalam ibu sambil menghirup aroma dari celana dalam yang satu lagi. Ketika aku ejakulasi, aku meram sebentar sambil membenamkan wajah di celana dalam ibu. Ketika aku buka mata, ibu sedang berjalan menuju bak mandi.
"gelang ibu ketinggalan," kata ibu sambil mengambil gelangnya di sisi sana bak mandi sementara aku kaget karena ketangkap basah oleh ibu dengan satu celana dalamnya menyelimuti penis dan yang lain menutupi hidungku. Tapi ibu meninggalkanku tanpa berkata apa-apa.
Malamnya, kami dapat kabar gembira bahwa mendadak ayah mendapat proyek besar dan besok harus berangkat ke luar kota selama sebulan. Bila proyek ini selesai, maka mungkin ayah akan naik jabatannya. Ibu tampak senang sekali karena kemungkinan promosi ini, tapi aku senang karena kesempatan dengan ibu akan lebih banyak.
Keesokan harinya, ayah akan berangkat siangan ke bandara, sehingga aku tidak memperoleh kesempatan apapun di pagi hari. Tapi saat ibu pulang kerja, aku menunggu waktunya ia mandi malam. Ibu biasanya sampai rumah sekitar jam lima. Ia akan mandi jam setengah enam sore. Aku sudah siap-siap di kamar dengan membuka baju sehingga telanjang. Ketika kudengar pintu kamar mandi tertutup, aku menunggu sekitar dua menitan, lalu aku segera menghampiri kamar mandi itu. Aku test putar kenop pintu dan ternyata tidak dikunci.
Kubuka pintunya perlahan, just in case ibu di belakang pintu menghindari ia terantuk pintu. Kulihat ibu berdiri menghadap pintu dan wajahnya agak kaget melihatku telanjang. Ibu hanya memakai celana dalam putih. Rupanya ia sedang dalam proses buka baju. Lalu tanpa bertanya, ibu membuka celana dalamnya, ketika ia akan menaruh di keranjang, aku yang sudah berani, mengangkat tanganku meminta celana dalam itu. Dengan wajah sedikit tercengang ibu menyerahkan celana dalamnya kepadaku. Sambil mataku menjelajahi tubuh ibu, aku membuka celana dalam ibu hingga bagian dalamnya terpampang jelas, cairan kuning terlihat membekas di daerah selangkangan. Sambil menatap mata ibu aku menghirup celana dalam ibu dalam-dalam. Ibupun menatapku lekat-lekat.
Sambil menatap mataku, ibu mengatur rambutnya untuk diikat dengan karet rambut yang sudah berada di pergelangannya. Kedua ketiaknya terpampang jelas. Dari tadi aku sudah nekat, dan kini tanpa pikir panjang aku melepaskan celana dalamnya dari wajahku, dan perlahan wajahku mendekati ibu. Tampang ibu syok melihatku mendekat, namun ia terus mengikat rambutnya. Tak mampu menahan gejolak nafsu dalam diriku, aku menjulurkan kepalaku dan menaruh hidungku di ketiaknya. Sambil menggenggam celana dalam ibu, aku mengocok burungku sementara hidungku mengendusi ketiaknya yang berbulu halus itu.
Beberapa saat kami terdiam. Ibu membiarkan aku membaui ketiaknya sambil meloco. Namun tak lama ia mundur lalu membalikkan badan, mengambil gayung dan mulai menyirami badannya. Aku terpana, pikiranku mulai dipenuhi tanda-tanya. Ibu tidak memarahiku, namun ia tidak membiarkan aku lama-lama menghirup aroma ketiaknya sambil masturbasi. Apakah gerangan yang sedang ibu pikirkan? Apakah artinya semua ini? Apakah ia memperbolehkanku atau melarangku mendekatinya?
Sementara itu, badanku kecipratan air juga ketika ibu menyiram badannya sendiri. Aku bingung harus ngapain. Ibu meneruskan mandi seakan aku tidak ada di sini. Ia mulai menyabuni badannya. Di lain pihak, aku sedang menimbang-nimbang apakah yang harus aku lakukan sekarang? Apakah aku berani untuk kembali mendekati ibu? Untuk menyentuhnya? Apakah kali ini ia akan memarahiku?
Kali ini sehabis menyabuni tubuh depannya sebentar, ibu menyabuni punggungnya yang sekarang berada di depanku. Perubahan gaya mandi, pikirku. Kemarin ia menyabuni kaki setelah menyabuni badan depannya. Sementara aku berpikir, aku melihat tidak semua punggung ibu dapat tersabuni. Wah, ada celah untuk dapat menyentuh bidadari cantik yang melahirkanku ini.
"Ga semua punggung ibu kena sabun tuh. Sini biar Memet bantu," kataku sambil mengambil sabun cair yang ada di bak mandi. Setelah kuberi sedikit air dan kugosok merata di kedua telapakku, aku ke belakang ibu dan mulai membantunya menyabuni punggungnya yang putih menggairahkan itu. Kulit ibu begitu halus dan licin. Tanganku bagai mengusapi kain sutera yang halus.perlahan aku memajukkan badanku. Perlahan penisku yang tegang kumajukkan sehingga kini berada di antara selangkangannya. Berhubung aku masih lebih pendek sedikit dari ibuku, maka kini kepala kontolku menggesek bibir memek ibu perlahan, seiring dengan gerakan majuku itu. Kebetulan kaki ibu tidak begitu rapat sehingga aku dapat menyelipkan burungku di antara pahanya yang kenyal.
Kedua tangan ibu di taruh ke depan, sehingga kini posisi tubuhnya agak miring ke depan. Kami berdua terdiam. Yang terdengar adalah nafas kami yang makin lama makin memburu. Ketika penisku tidak dapat maju lagi, batangku berada tepat di bawah bibir vagina ibu. Saat itu ibu sedikit merapatkan kakinya walau tidak terlalu menjepit, hanya cukup membuatku merasakan kedua pahanya mengapit kontolku.
Perlahan aku membuat gerakan mengentot. Kugoyangkan pantatku maju mundur sehingga kontoku mulai menggesek maju mundur bibir memeknya. Lama kelamaan bibir memeknya merekah dan aku merasakan batangku menggerusi otot kenyal yang basah namun hangat. Sekarang kuusap bagian pinggir tubuhnya dengan kedua tanganku dari pinggang ke atas secara perlahan. Dalam perjalanannya, kedua telapakku dapat merasakan gumpalan empuk ketika melewati gundukan samping kedua payudara ibu yang mancung. Saat kedua tanganku mengelus pinggir tetek ibu, kudengar ibu menghela nafas perlahan. Tampaknya ia mulai bernafsu juga. Saat tanganku mentok di ketiaknya, aku usap lagi ke arah bawah, namun kedua tanganku kugerakkan ke depan juga sehingga perlahan kedua tanganku mulai mengusap payudara ibu mulai dari atas bongkahan buah dada ibu lalu kedua tanganku berhenti ketika pada pertengahan telapakku kurasakan pentil ibu.
Sambil terus menggesek-gesek memek ibu dengan batang kontolku, masih secara perlahan aku remas-remas payudara ibu.
"aahhhh" ibu mendesah perlahan. Lalu kurasakan pantat ibu mulai mengikuti goyanganku. Ketika aku menusuk ke depan, ibu akan mendorong pantatnya ke arahku dan ketika aku menarik pantat, ia akan menarik pantatnya ke depan. Kami saling masturbasi menggunakan kedua kelamin kami. Bahasa inggrisnya adalah dry hump, karena ini kami lakukan tanpa penetrasi.
Aku ingin mencium punggung ibu, maka aku ambil gayung dengan tangan kananku dan kusiram punggung ibu agar sabunnya hilang. Setelah terlihat punggung ibu licin oleh air, aku menaruh gayung, menggenggam payudara kanan ibu lagi, dan mulai untuk menciumi punggung ibu. Punggung yang halus dan licin itu masih wangi sabun. Kuciumi seluruh punggung atas ibu yang dapat aku raih, pertama perlahan, lama-lama mulai lebih intens. Seiring itu, ibu mulai menggoyang pantatnya semakin cepat sambil mendesah-desah dan melenguh pelan.
"ssshhh.... Hmmmphhh.....hmmmmphhhhh......aaahhhh....."
Birahiku sudah di ubun-ubun. Aku mulai menjilati punggung ibu dan remasanku tak kusadari sudah lebih bertenaga di banding sebelumnya. Tiba-tiba kepala kontolku memasuki lubang memek ibu, namun hanya sebentar untuk kemudian melejit keluar lagi. Ibu memekik pelan, namun kedua kakinya tiba-tiba saja menjepit kontolku dengan keras sehingga yang tadinya aku berencana memasukkan saja kontolku ke dalam vagina ibu, kini tidak dapat dilakukan. Tampaknya ibu hanya mengijinkanku dry humping dengan ibu, selebihnya tidak.
Aku pikir begini saja sudah asyik dan diperbolehkan, oleh karena itu rencanaku untuk mengentot ibu aku pendam sementara. Bila ibu mendapatkan kepuasan tentu akan memperbolehkanku melakukan ini lagi. Siapa tahu suatu saat ia tak akan perduli bila aku menyetubuhinya.
Maka aku terus menggeseki vagina ibu, sambil meremas dan mencium atau menjilat punggung ibu. Lama kelamaan memek ibu sudah banjir dan licin karena air pelumas vaginanya sudah keluar banyak. Semakin asyik penisku bergerak karena licinnya itu. Desahan ibu makin cepat dan keras. Jepitan pahanya makin keras pula. Aku tak tahan lagi dan sambil mengenyot punggung tengah ibu, aku menyemprotkan air maniku yang menyemprot ke bak mandi. Saat itu ibu tiba-tiba melenguh keras sambil menjepit penisku keras-keras. Selama beberapa saat kami berdua tenggelam dalam orgasme. Akhirnya setelah itu ibu melepaskan kontolku dan mulai menyirami badan lagi. Kali ini kami mandi berdua tanpa banyak omong.
Setelah mandi, kami makan malam tanpa bicara di ruang makan. Aku terus memperhatikan wajah ayu ibu, sementara ibu hanya sesekali saja melihatku. Setelah makan ibu cuci piring. Aku tetap di meja makan untuk mengamati lekuk tubuh ibu yang memakai tank top berwarna kuning yang agak tipis. Sepanjang makan tadi kuperhatikan pentilnya menyembul tanda ia tidak pakai BH. Ibu memakai celana hot pants yang ketika berdiri memperlihatkan belahan memeknya. Apakah ibu tidak memakai celana dalam ataukah celana dalamnya tipis membuatku penasaran.
Saat ibu sedang asyik melap piring, aku iseng berdiri di belakangnya. Dengan perlahan aku pegang karet bagian atas hot pants ibu. Ibu kaget sebentar untuk kemudian melanjutkan lagi aktivitasnya. Aku lalu membetot celana ibu itu ke bawah perlahan, dan kudapati belahan pantatnya menyambutku. Ibu tidak pakai celana dalam! Dikarenakan tidak ada reaksi dari ibu, maka aku meneruskan menarik celananya hingga akhirnya celana itu di pergelangan kakinya. Ibu tidak mengangkat kakinya hingga aku yang harus perlahan memegang sebelah kakinya dan mengangkatnya. Ibu hanya mengikuti. Kulakukan pada kedua kakinya hingga celana ibu itu lepas dari tubuhnya.
Ketika aku berdiri sambil memegang celana ibu, ibu sudah selesai mengeringkan piring. Ia berjalan menuju ruang tamu dengan hanya memakai tank top saja! Aku mengikuti ibu, dan kulihat ia menyalakan tv dengan remote dan mencari-cari channel yang bagus untuk ditonton. Ibu duduk di sofa besar di pojok kiri tanpa menyender, aku membuka seluruh pakaianku di hadapan ibu. Ibu hanya melihatku sebentar lalu meneruskan memperhatikan TV. Kemudian aku duduk di sebelahnya dan mulai menarik tank top ibu ke atas. Ibu tidak membantu sama sekali sehingga agak lama juga aku membugili ibuku. Aku harus mengeluarkan tank top itu dari tangan yang satu kemudian yang satu lagi tanpa bantuan. Untung saja ibu tidak memakai kaos biasa yang pasti akan menyulitkanku.
Setelah ibu bugil dengan penuh kemenangan aku melempar tank top itu ke lantai menemani celananya yang tadi aku lempar juga ketika aku buka baju di hadapan ibu. Ibu asyik menonton sinetron. Aku menarik badan ibu ke belakang agar ia menyender dan tidak ada perlawanan darinya. Kemudian aku mendorong ibu agar ia kini tiduran di sofa dengan kepala bersender di lengan kiri sofa besar itu. Kini ibu bergerak membantuku. Ia tampaknya tahu posisi yang kuinginkan sehingga ketika kepalanya kutaruh di atas lengan sofa, ia menaikkan kaki kanannya sehingga kini ia telentang di sofa dengan wajah miring menatap TV dengan kaki kanan ditekuk dan bersandar di badan sofa, sementara kaki kirinya menjejak lantai. Ia mengangkang di hadapanku memperlihatkan memeknya dengan jembut yang lebat dan bibir vagina yang rapat dan tembam.
Aku perlahan naik ke sofa, duduk di dekat selangkangannya. Kemudian aku beringsut maju sehingga akhirnya batang kontol bagian bawahku menempel sela-sela bibir memek ibu yang rapat. Perlahan aku menindih ibu. Karena ibu lebih tinggi sedikit, posisi ini membuat kepalaku tidak sejajar dengan kepala ibu. Aku menggeser ke atas sehingga wajahku sejajar, tapi kontolku jadi berbaring di bulu kemaluan ibu. Aku pikir nanti sajalah, sekarang aku mau mencumbu bibir ibu dahulu.
Perlahan kucium pipi ibu. Ibu tetap menonton TV. Lalu aku perlahan menciumi pipinya untuk kemudian bergerak ke arah bibirnya yang sedang tertutup. Akhirnya bibirnya kucium. Tak ada reaksi. Kukecupi bibirnya, namun tidak ada respons dari ibu. Bagaikan mencumbu boneka saja, pikirku kesal, apalagi aku harus miringkan kepala segala. Aku pegang kepalanya di bagian kuping untuk menarik wajahnya agar menengok ke arahku. Ia menatapku sambil menaikkan alisnya seakan bertanya mau ngapain?
Aku keluarkan lidahku dan menjilati sela-sela bibirnya. Mulut ibu membuka. Kujilati giginya yang terlihat. Ibu masih menatapku saja dan membuka mulut namun dengan gigi yang terkatup. Aku jadi sebel.
"giginya buka, dong!" rengekku.
Ibu mendengus sambil tersenyum lebar melihatku yang lagi horny dan penasaran ini. Lalu dia menjulurkan lidahnya. Aku segera menjepit lidah ibu dengan kedua bibirku dengan posisi lidahku di bawah lidahnya lalu mengemuti lidah ibu yang hangat dan basah itu. Ibu melepaskan sedotanku dengan memalingkan wajahnya. Aku merengek lagi. Ibu tersenyum nakal dengan mulut yang bergerak seakan mengunyah sesuatu. Kemudian ibu membuka mulutnya lagi dan mengeluarkan lidahnya lagi, kini dengan terlumur ludah yang lumayan banyak. Aku segera memiringkan wajah sehingga lidah atasku menjilat lidah atas ibu yang bermandikan ludah ibu. Kujilati lidah ibu dengan rakus sampai leherku agak sakit karena miring. Aku menegakkan wajahku kembali.
Ibu tersenyum, namun kulihat kerling nakal di matanya. Kini lidahnya sudah di dalam mulut lagi. Namun bibirnya perlahan merekah membuka. Matanya menatap bibirku. Aku mencium bibirnya dan kali ini ibu membalas sambil satu tangannya memegang belakang kepalaku dan satu tangan melingkar di punggungku. Kami berdua saling mendekap satu sama lain dan berciuman dengan hot. Bagaikan dua kekasih yang lama tak berjumpa bibir kami saling memagut, mengecup dan menjepit. Lidah kami saling beradu. Perlahan dengan kekuatan perempuan dewasa rangkulannya bertambah kuat, payudara ibu yang kenyal menempel ketat di dadaku yang rata.
Kadang-kadang french kiss yang kami lakukan menjadi saling menjilat lidah satu sama lain, ludah yang ada di mulut kami berdua sudah bukan hanya dari mulut sendiri-sendiri lagi, melainkan campuran ludah ibu dan anak. Keringat sudah mulai membanjir keluar dari kelenjar keringat kami masing-masing, sehingga tubuh kami yang telanjang bulat kini basah oleh keringat gabungan kami. Bau tubuh ibu samar-samar mulai tercium tanda seorang perempuan yang sedang dilanda birahi yang menyebabkan cairan kewanitaannya berproduksi dan keluar membasahi relung-relung kemaluannya.
Aku mulai menciumi sekujur wajah ibu yang basah oleh keringat. Kujilati pipi ibu, kujilati telinganya, kelopak matanya, dahinya, rambutnya, bahkan hidung dan lubangnya tak luput dari sapuan lidahku. Perlahan aku bergerak ke bawah dan mulai menjilat dan mengecupi lehernya yang basah. Aku mengangkat kepalaku. Kami berpandangan sejenak. Nafsu kebinatangan dapat kulihat di mata ibu. Suatu tatapan yang tak pernah aku lihat sebelumnya, tatapan yang biasanya hanya diberikan kepada ayahku di malam-malam penuh gejolak asmara.
"Aku cinta padamu, IBU." kataku perlahan setengah berbisik. Aku tekankan pada kata 'ibu', karena aku ingin ia tahu bahwa aku menyadari bahwa nafsu birahiku ini memang ditujukan kepadanya. Karena ibu bukanlah perempuan pelampiasan bagiku. Ibu adalah perempuan yang kucintai dengan hati dan juga dengan seluruh tubuhku. Tubuhku mau mencintai ibuku seperti halnya seorang pejantan mencintai betinanya.
Ada kilasan takut di matanya. Mungkin ibu menyadari juga fakta bahwa anak yang ia kandung dan ia lahirkan kini sedang telanjang bulat menindih tubuhnya yang juga polos tanpa ada apapun yang menghalanginya. Namun kilasan takut itu hanya sebentar, karena kilasan birahi muncul lagi tak lama setelah itu.
Entah kenapa ibu tidak bicara. Seperti halnya ketika di kamar mandi. Tidak ada kata-kata yang diucapkan kepadaku. Lama setelah ini semua terjadi dan ketika aku mulai bertambah tua, aku menyadari bahwa ibu mungkin malu untuk menyatakan gairah yang ia rasakan kepada anaknya sendiri. Sebagai orang dewasa seharusnya ia menghalangi apa yang akan terjadi, namun sebagai seorang perempuan yang butuh kasih sayang lelaki, yang jarang sekali didapatkan dari ayahku yang kadang aku pikir terlalu sok alim, sehingga apa yang selama ini berusaha ibu pendam dalam-dalam, meledak keluar ketika mendapatkan penyaluran. Asmara seorang wanita memang janganlah terlalu dikekang atau dipendam, karena bila gejolak itu keluar, pada akhirnya akan keluar dengan dahsyat bagai gunung meletus.
Aku menangkupkan kedua tanganku di bagian bawah buah dada ibu, membingkai lekuk indah kedua otot menyusui itu sehingga putingnya yang mancung seakan menjadi pusat pemandang indah yang harus diperhatikan. Perlahan aku mencium belahan dada ibu yang membagi kedua gunung kembarnya. Ciumanku dimulai dari bagian atas belahan dada itu menuju ke bawah. Lalu aku mencium ke atas belahan dada itu lagi. Ketika sampai di titik awal, ciumanku berbelok menyusuri pinggiran atas sepanjang permulaan bukit dada kanan ibu. Nafas ibu mulai memberat. Perlahan ciumanku bergerak menanjak sedikit demi sedikit bagaikan pencinta alam mendaki gunung, hanya saja arah jalannya ciumanku bergerak ke kiri dan ke kanan untuk mencium setiap jengkal kulit putih ibu dalam perjalannya menuju ke puncak. Ibu mulai mendesah lagi. Tetapi, bukan rencanaku untuk mencium pentilnya saat ini, karena ketika sudah hampir sampai puncak, aku beralih menciumi payudara kiri ibu, mulai dari pinggiran atas bukit kembarnya itu.
Ibu menjewerku perlahan sambil menggumam dengan nada sebal. Sepertinya dia menginginkanku untuk segera melumat putingnya yang sudah tegak dari tadi. Tapi aku hanya menatap ibu sambil mengedipkan sebelah mata. Kulihat ibu memperlihatkan muka cemberut, tapi anehnya, wajah itu tampak begitu cantiknya di mataku. Wajah perempuan yang sedang sange berat.
Ketika ciumanku di tetek kiri ibu sudah sampai puncak, aku mengecup cepat puting kiri ibu itu. Ibu menatapku dengan penuh antisipasi, sementara aku nyengir jail. Tahu-tahu tangan ibu mendorong kepalaku dari belakang sehingga bibirku membentur pentilnya. Segera aku membuka mulut dan menyedot putingnya perlahan.
"sssshhhh..... Shsshshhhh....." ibu mendesah terus sementara aku asyik mengenyot-ngenyot putingnya yang tegak karena birahi. Lidahku kadang ku putar dan kadang ku sapu naik turun. Tangan ibu mengelusi rambutku sementara yang sebelah lagi mengetatkan pelukannya di tubuhku. Lambat laun aku sadari kontolku kini sudah berada di depan memeknya. Batang penis bagian bawahku telah duduk manis di lipatan bibir luar vagina ibu. Aku mulai menekan dan menggoyang pantatku. Ibu menjawab dengan melingkarkan kakinya di kakiku sambil menggeseki kakiku dengan erotis.
Mulutku beralih mengenyot puting payudara ibu sebelah kanan. Selangkangan ibu mulai menekan balik kontolku. Memeknya sudah basah kuyup oleh cairan pelumas yang ditambah dengan keringat kami berdua. Aroma tubuh ibu kini mulai memenuhi udara malam. Aroma yang berasal dari kedua ketiaknya d