Sarah terlihat gelisah hari ini. Waktu hampir menunjukkan jam 11 siang, belum sejam yang lalu Sarah menidurkan Doni, kini ia tengah menantikan Anton di ruang tamu. Sarah membuka-buka halaman majalah, namun tidak benar-benar membacanya. Anton memang berjanji untuk datang, walau bukan Sarah yang meminta, tapi ternyata Sarah kini menunggunya seolah tak sabar. Perasaan Sarah tak begitu tenang seperti biasanya.
Sebelumnya hubungan gelapnya dengan Anton mengalir begitu saja. Tapi kini ada semacam rasa ‘grogi’ dalam hatinya. Mungkin karena sudah sekian lama dia dan Anton tak berhubungan. Bagaimanapun Sarah merasa konyol sendiri dengan perasaan groginya saat itu. Barulah setengah jam kemudian Anton muncul sumringah. Sarah sendiri malah menunjukkan raut muka merajuk. Moodnya sudah agak berkurang saat itu.
“Kemana aja sih Ton, jam segini baru datang…?” Sarah bertanya ketus. Wajahnya yang agak kusut sudah menampakkan kekesalan.
Anton malah menjawab santai, “Loh, kok merengut, kayak akunya yang telat aja… Padahal aku kan ga bilang mau datang jam berapa, jadi ga telat dong! He he he…”
Dia segera duduk di samping Sarah, meraih tangannya dan mengecupnya. Sarah membiarkan saja Anton melakukan itu. Tangan Anton beralih membelai pipi Sarah, menyibak rambut yang terurai menutupi telinganya.
“Maaf ya say, sebenarnya aku ketahan di kampus tadi sama dosen pembimbingku.” Anton beralasan. Dia mendekatkan wajahnya dan mulai mengecupi pipi Sarah.
Sebagai playboy tulen, dia memang pintar menciptakan suasana romantis. Sarah diam saja, dia menghirup wangi parfum Anton yang tidak terlalu tajam. Dia suka itu. Moodnya pun mulai datang. Sambil menciumi pipinya, Anton juga memuji wangi parfum yang dipakai Sarah.
“Aku suka wangimu sayang…” bisik Anton di telinganya.
Sarah menghela napas pelan, dia memundurkan kepalanya supaya bisa berhadapan wajah dengan Anton. Tapi Anton malah beralih mulai mengecupi bibirnya pelan-pelan.
“Cup… cup…cup…” Sarah menyambut dan menikmatinya. Dengan mengecup pelan bibirnya beberapa kali secara putus-putus dan tidak langsung melumatnya, Anton berhasil mengembalikan mood Sarah. Sejenak kemudian Sarah menghentikan kecupan-kecupan Anton. Dilepaskannya tangan Anton dari kepalanya dan digenggamnya. “
Kamu tahu ini jam berapa? Sebentar lagi Tejo pulang sekolah…” Ucapnya. Matanya yang mulai sendu bertatapan dengan mata Anton. Nafsunya mulai meluap. Jantungnya berdegup kencang.
Dia baru sadar betapa dia merindukan sentuhan Anton setelah sekian lama ini. Anton terdiam sejenak pada awalnya sambil balik menatap mata Sarah. Dia pun sangat merindukan memetik kenikmatan dari wanitanya yang satu ini. Sarah memang teramat istimewa baginya dibanding pacar-pacarnya selama ini.
“Tejo balik jam 1 kan? Kita punya waktu sejam lebih…” Anton mulai menjawab.
“Aku ingin puas Ton…” Sarah tidak malu-malu lagi menunjukkan birahinya secara vulgar di hadapan Anton.
Bibir tipisnya yang mengucap itu terlihat seksi sekali di mata Anton.Tanpa menjawab, Anton mulai mengecupi lagi bibir itu. Kali ini diakhiri dengan lumatan yang cukup panjang.
“Eemmhh…” Sarah melenguh pelan sambil menyambut lumatan bibir Anton. Mereka pun berpelukan sambil saling melumat bibir.
Dengan lihai Anton memainkan lidahnya di dalam mulut Sarah. Sarah membalasnya dengan melumat lidah Anton. Lidah mereka pun saling berpagutan hingga terdengar berdecakan. Tiba-tiba Anton menghentikan pagutannya dan mengangkat tubuh Sarah dalam gendongannya.
“Kyaa..!!” Sarah yang terkejut menjerit kecil. Wajahnya memerah tersadar bahwa mereka berdua masih berada di ruang tamu.
Anton membawa tubuhnya menuju kamar sambil sesekali mengecup bibir Sarah yang merekah. Mata mereka saling bertatapan, bagai orang buta yang sudah hafal jalan, Anton membopong Sarah menuju kamar dengan lancar tanpa melepaskan tatapannya dari mata Sarah. Di dalam kamar Anton menghempaskan tubuh Sarah di atas ranjang. Sarah kembali menjerit kecil, tubuhnya terpental pelan di atas spring bed yang berdaya pegas tinggi itu.
Dia menunggu berbaring pasrah di situ sementara Anton berbalik mengunci pintu kamar. Anton gemas sekali melihat pemandangan itu. Baginya, pemandangan terindah adalah wanita cantik yang berbaring di ranjang dan menatap pasrah dirinya, siap diterkam kapan saja. Meski pemandangan itu sangat sering dia jumpai sebagai pendekar yang sudah malang melintang di rimba persilatan playboy, tak pernah bosan dia memandangnya.
Apalagi kini pemandangan itu adalah Sarah yang sudah setahun lamanya lepas dari pelukannya. Sarah yang gemas melihat Anton memandanginya saja hendak bangkit menariknya ke atas ranjang.
Namun tangan Anton dengan sigap menahan tubuhnya dan membaringkannya lagi tanpa dia ikut terhempas di atasnya. Sarah seperti tidak berdaya diperlakukan begitu oleh Anton. Dia diam saja terlentang di atas ranjang, sementara tangan Anton yang menahan pundaknya mulai beralih membelai-belai kedua pipinya.
Anton mengecup bibirnya lagi pelan dan lembut, sebelum tangannya kembali beralih ke pundaknya dan meraih tali dasternya. Anton mengurai simpulnya dan perlahan tapi pasti mulai menarik tali daster itu ke bawah melolosinya dari tubuh Sarah. Daster semacam itu biasa dipakai Sarah. Sangat longgar sehingga bisa dilolosi dengan sekali lorot ke bawah.
Sarah terdiam, tangannya mengincup ke samping tubuhnya supaya Anton mudah melorotkan dasternya itu dari tubuhnya. Tubuh putih Sarah pun mulai terkuak pelan-pelan mulai dari atas ke bawah. Anton sangat menikmati proses pelorotan daster itu. Dia melakukannya pelan karna memang posisi Sarah yang berbaring di kasur sehingga cukup menghambat.
Tapi pada dasarnya Anton memang suka melakukannya dengan pelan. Sarah merasakan darahnya berdesir nikmat dalam tubuhnya. Dia sendiri juga menikmati gesekan dasternya juga angin AC yang menerpa kulitnya yang sedikit-demi sedikit mulai terbuka dari atas sampai bawah hingga polos.
Sarah merasa seksi sekali dalam posisi itu. Seperti biasa, Sarah sudah tidak mengenakan apapun di dalam dasternya itu sehingga tubuhnya langsung polos tanpa sehelai benang pun. Setelah meloloskan daster Sarah dari kaki jenjangnya dan melemparkannya ke pojok kamar, Anton merayapi tubuh Sarah dengan kedua tangannya.
Mulai dari ujung kaki, tangannya mengelus lembut kulit telanjang Sarah melewati paha, perut, payudara, hingga berhenti di leher, sambil tubuhnya mulai naik di atas ranjang mengangkangi tubuh Sarah.
“Kamu makin cantik sayang… Aku kangen sekali…” Rayu Anton sambil membelai-belai leher dan dagu Sarah, matanya menatap Sarah tajam seakan terhipnotis
Menyambut tatapannya Sarah menjawab,
“Kalau begitu tunggu apa lagi Ton, Ayo…”
Tangannya meraih kepala Anton. Keduanya mulai berpagutan mesra lagi.
“Mmmhh… Aah…” Sarah melenguh-lenguh manja. Merdu sekali kedengarannya di telinga Anton. Anton kemudian menghentikan pagutannya, kedua tangannya beralih menggenggam kedua payudara Sarah.
Payudara yang lebih besar dan montok dari sebelumnya terasa pas sekali di tangan Anton. Sambil mengelusnya pelan kedua mata mereka bertemu lagi. Tanpa memberi pujian pada payudara Sarah yang makin mempesona itu mata Anton seakan sudah berbicara. Tiba-tiba Anton meremas kedua payudara itu pelan tapi cukup kencang seakan gemas.
“Ouuuhhh…!” Sarah mendesah nikmat. Anton melakukannya sambil terus menatap wajah Sarah.
Dia suka melihat perubahan raut wajah Sarah ketika payudaranya diremas. Menggemaskan sekali. Beberapa kali Anton mengulangnya, melonggarkan genggamannya, meremasnya lagi, sambil sesekali memelintir puting susunya.
“Uuhh… Toon…” bisik Sarah lirih, wajahnya makin sayu saja dibuatnya.
Anton yang gemas segera melancarkan kecupan bertubi-tubi ke wajah Sarah, “cup… cup… cup…!”
Sebelum kemudian beralih ke payudara yang sejak tadi diremasnya. Mula-mula Anton meremasi lagi kedua payudara itu dengan tangannya, sambil matanya mengagumi keindahannya. Kulitnya sangat putih dan lembut, putingnya yang mungil merah muda menempel tepat di tengah puncaknya makin menyempurnakan keindahan gunung kembar tersebut.
Tak tahan lama-lama meremas dan memelintirnya, mulut Anton pun mulai beraksi. Dicucupnya bergantian kedua puting itu. Sambil sesekali gigi serinya menggigit-gigit kecil. Tubuh Sarah menggelinjang dibuatnya.
“Aahhh…! Geli Ton…” Desahnya manja.
Walau begitu tangannya menahan kepala Anton di atas dadanya membiarkannya lebih lama lagi mempermainkan payudaranya. Sarah senang menatap Anton yang sedang asik dengan payudaranya. Tangannya membelai-belai rambut Anton, seperti seorang ibu pada anaknya. Anton makin nyaman menikmati suguhan kedua payudara indah itu. Bervariasi dia mempermainkannya.
Kadang menjilati kulit dan putingnya, kadang menggigit dan menarik putingnya dengan mulutnya, kadang mengenyotnya seperti bayi yang menyusui. Payudara Sarah yang makin besar dan kencang membuat Anton sedikit berlama-lama menikmatinya lebih daripada biasanya. Bahkan tidak terasa makin kasar saja mulutnya melumat payudara itu saking gemasnya. Sarah sendiri senang dan bangga dibuatnya.
“Aahh.. Duuh, Ton… pelan doong, tenang aja ga bakal habis kok…” Sarah menggoda Anton.
“Sayang, Kamu benar-benar pintar merawat tubuh dan kulitmu… Sumpah, aku benar-benar nggak nyangka, setelah hamil kamu bukan saja menjaga tubuh supaya tetap menarik tapi malah membuatnya lebih menarik! Lebih seksi!” Anton memuji-muji Sarah.
Bukan menggombal tapi memang begitulah kenyataannya, dan itulah kelebihan Sarah. Tangan Anton mulai turun ke selangkangan Sarah. Dia membelai-belai bulu halus di sekitar kemaluan Sarah dan kemudian mulai menyusup di selangkangan itu dan mengelus permukaan vaginanya.
Sarah segera melebarkan pahanya, memberi kemudahan akses bagi tangan Anton. Dengan lampu hijau itu Anton langsung tancap, kedua jari tengah dan manisnya segera menyeruak ke dalam vagina Sarah dan mengobelnya.
“Ooouhh…” Desah Sarah memejamkan matanya.
Anton tidak berlama-lama, segera dia beringsut turun hendak mengoral vagina itu. Dipandangnya sebentar bibir vagina yang merekah itu, dihiasi bulu-bulu tipis di sekitarnya. Tangannya membelai-belai lagi, kemudian masuk dan membukanya. Dicarinya kelentit Sarah untuk dicucupnya. Sarah membantu melakukannya.
Jari telunjuk dan tengahnya menekan bagian samping vaginanya dari atas sehingga membuka dan memunculkan kelentit yang sudah mulai mengeras. Anton langsung memijit-mijit dan membalai kelentit itu. Jarinya menusuk ke dalam vagina yang mulai basah itu dan mengeluarkannya sambil membelai kelentit itu. Sesekali dia menggesek-geseknya dengan kencang membuat Sarah makin menggelinjang.
Anton pun memulai mengoral vagina Sarah. Dicucupnya kelentit Sarah, dijilat-jilati sambil sesekali menggigit kecil. Bibirnya makin liar menyeruak masuk liang vagina Sarah. Ditarik-tariknya labia Sarah dengan giginya, begitu juga kelentitnya. Sambil menggigitnya, digoyang-goyangkannya ke kiri dan ke kanan.
Sarah benar-benar merasa dimanjakan dengan perlakuan Anton ini. Heru yang suaminya sendiri tidak pernah seliar ini dalam mempermainkan vaginanya. Tubuhnya menggelinjang-gelinjang. Kadang matanya menatap nanar memperhatikan bagaimana Anton mengoral vaginanya, tapi lebih sering ia memejamkan matanya rapat sambil mendongakkan kepala.
“Ouuuh… Ton… uuhh.. pintar kamu…!” Desahnya berulang-ulang.
Tangannya menekan kepala Anton seakan hendak membenamkannya ke dalam liangnya yang makin membanjir itu. Anton makin bersemangat mencucupi vagina Sarah. Lendir yang membanjiri liang itu tidak menahannya, justru dijilati dan dihirupnya dalam-dalam seperti anak kecil yang sedang menikmati es krim.
“Ton, buka dong… Cepetan…!” Sarah menarik tubuh Anton yang masih mengenakan baju lengkapnya.
Begitulah Anton jika bercinta. Dia suka langsung menelanjangi wanitanya hingga polos tanpa sehelai benangpun, sementara dirinya sendiri berlama-lama dalam menanggalkan bajunya sendiri. Sarah menarik baju Anton, dan tangannya mengarah ke selangkangan Anton.
“Udah kangen ya sama adik kecilku?” Goda Anton sambil mulai bangkit.
“Iya nih, dari tadi aku sudah bugil sendiri, ayo cepet kamu juga buka bajunya…” jawab Sarah manja.
Anton pun menanggalkan seluruh bajunya hingga bugil total. Sarah memandang takjub tubuh Anton yang atletis itu. Penis Anton yang berukuran 15 cm itu sudah menegang keras dari tadi. Sarah memekik dalam hati seperti anak kecil yang diberi mainan ketika Anton mengacungkan batang penisnya kepadanya. Segera diraih dan digenggamnya dengan gemas batang itu.
“Nah… lega kan? Dari tadi dikurung terus kan kasihan… sempit kan sayaang…?”
Seperti biasa Sarah berkata-kata seperti mengajak bicara batang penis Anton. Anton sangat senang dengan kelakuan Sarah yang satu ini.
“Kamu ini tega banget sama adik kecilmu ini… dari tadi dia pasti tersiksa kesempitan…” Ujar Sarah lagi, kali ini pada Anton berlagak seperti memarahinya.
“Ya… sekarang kan udah kubebasin, dari tadi memang sudah berontak terus di balik celanaku. Hi hi hi… Sekarang kamu manjain dong sayang.” Jawab Anton sambil membelai rambut Sarah.
Tak perlu diminta 2 kali, Sarah mulai menciumi penis itu Anton. Dikecupnya berkali-kali kepala penis yang mirip jamur berwarna merah muda itu. Sebelum mulai mengulum seluruh batang itu, terlebih dulu ia jilati seluruh batang keras berurat itu sambil tangannya mengurut maju mundur dengan pelan.
“Oohh… yess..” Anton merem melek keenakan. Sarah mengulum kepala penis terlebih dahulu, diemut-emutnya seperti mengemut permen sementara tangannya tetap mengocok pelan batang penis itu.
“Oohh Saraahh…” Erang Anton pelan.
Kedua tangannya yang penasaran menyibak rambut Sarah ke balik telinga, kemudian didorongnya pelan kepala Sarah supaya menelan semua batang penisnya. Sarah tidak melawan, sedikit demi sedikit batang penis itu pun masuk ke dalam mulut Sarah hingga penuh.
“Seett.. Emmhh…” Anton pun melonggarkan tangannya yang memegang kepala Sarah supaya Sarah bisa leluasa mengatur ritme kulumannya sendiri.
Sarah kemudian mulai memajumundurkan kepalanya hingga mulutnya mengocok seluruh batang penis Anton. Rambut Sarah yang mulai jatuh menutupi wajah disibakkan lagi oleh Anton hingga dia bisa melihat bibir Sarah yang mengulum penisnya.
“Uuhh… nikmatnya sayaang…” desahnya.
Sarah mendongakkan kepalanya ke atas sambil tetap mengulum. Kedua mata mereka pun bertatapan mesra. Anton membelai-belai pipi dan rambut Sarah lembut. Kemudian Sarah melepaskan batangnya, menaruhnya di atas wajahnya, lidahnya menyapu bagian bawah batang Anton mulai dari pangkal hingga ujungnya.
Begitu sampai di ujung, “haaapp…” segera dilahap dan dikulum kepala penis Anton dengan rakus. Kemudian Sarah mengeluar-masukkannya dengan cepat sementara mulutnya mengatup rapat sehingga tiap kepala penis itu keluar dari mulutnya terdengar bunyi, “poop!” Sarah mengulangi lagi adegan itu, dia sapu bagian bawah batang dari pangkal lagi, mengulum kepala penis kemudian mengeluarmasukkannya dari mulutnya.
“Poop… poop.. poop…!” Beberapa kali Sarah melakukan itu sambil sesekali bertatapan wajah dengan Anton seperti memamerkan kebolehannya memanjakan penis Anton. Kadang Sarah memasukkan seluruh batang penis Anton kemudian dengan seperti menggigit ditariknya keluar lagi sehingga batang Anton bergesekan dengan gigi seri Sarah. Anton menggelinjang ketika gigi Sarah menggesek kepala penisnya. Geli, ngilu, sekaligus nikmat sekali dia rasakan.
“Auuuhhh…!”
Diangkatnya kepala Sarah dan dikecupi bibir tipis Sarah yang telah memanjakan ‘adik kecil’nya dengan baik sekali.
“Kamu makin pintar sayaang…” Cup.. cup.. cup…! dikecupinya bertubi-tubi kemudian dilumatnya bibir Sarah yang menggemaskan itu.
Belum sempat Sarah membalas lumatannya, Anton sudah mendorong kembali kepala Sarah ke bawah. Anton menggenggam batangnya dengan tangan kanan, sementara tangan kirinya memegangi tengkuk Sarah. Anton kemudian menyodokkan batangnya masuk ke mulut Sarah. Untuk beberapa saat dia mengendalikan kepala Sarah mengeluarmasukkan batang penisnya seperti melakukan felatio.
Hal itu terlihat seperti kasar, bahkan seperti pemaksaan, tapi sebenarnya Anton melakukannya dengan lembut, dan Sarah pun sama sekali tidak melawan. Dibiarkannya Anton melakukan itu selama beberapa saat. Sampai akhirnya dia melepaskan tangannya dan menyerahkan kendali sepenuhnya kepada Sarah lagi.
“Muuahh…” Sarah mengeluarkan batang Anton dari mulutnya dan menarik napas panjang, kemudian dia mulai mengecupi lagi batang itu sambil tersenyum menatap Anton.
“Keenakan nih… Awas ya keluar duluan…” Godanya. Anton meringis. Tadi beberapa kali memang rasanya seperti sudah di ujung spermanya hendak memuncrat. Tapi seperti sudah kompak, baik Sarah maupun Anton sendiri menjaga supaya hal itu tidak terjadi.
“Poop… pop… poop…!”
“Mmmaahhh… uuhhh… terus yang, begitu…!”
Setelah beberapa saat Sarah menyudahi aktifitas oralnya, didorongnya badan Anton hingga jatuh merebah di atas kasur. Sambil tetap memegangi penis Anton, Sarah pun naik di atasnya, mengarahkan penis Anton ke memeknya dan, blesss… Penis Anton menyeruak masuk ke dalam liangnya tanpa hambatan berarti.
“Ahhh…” Anton dan Sarah sama-sama mendesah. Sarah yang kini menduduki Anton diam sesaat menikmati rasa penis memenuhi liangnya. Mereka saling bertatapan mesra, tangan Anton mengelus-elus pinggul Sarah,
“Ayo sayang… kamu duluan yang jadi nahkoda…” bisiknya. Sarah mulai menggoyang-goyangkan pinggulnya hingga batang Anton menggesek-gesek dinding vaginanya. “Aahhh… yesss…” Desah keduanya.
Sarah makin mempercepat goyangan pinggulnya, dan Anton juga tidak tinggal diam ikut menggerak-gerakkan pantatnya turun naik.
“Enaakk.. sayaanng…!”
“Oohhh… Auuhhh…!”
“Iyyyaahh… ooouuhh…”
Keduanya seakan berlomba mendesah, mengiringi suara selangkangan mereka yang terus bertumbukan dengan keras dan cepat, “Plok…plok… plok…!” Bahkan seiring dengan irama persetubuhan mereka yang makin cepat, suara gesekan penis Anton di liang Sarah yang makin membanjir juga terdengar jelas, “Clek..cleek… cleekk…!”
“Teruuss sayaang… Aahhh…!”
“Mmhhh.. Cuupph…cup…!” Tetap dalam posisi yang sama mereka saling berpagutan, melumat bibir dan lidah masing-masing. Untuk sesaat irama persetubuhan mereka berkurang, tapi Anton segera mempercepatnya lagi.
“Mhhh…” Sarah menjatuhkan dirinya ke samping, Anton kini mengambil alih ‘kepemimpinan’. Dia bangkit duduk di ranjang, ditelentangkannya tubuh Sarah dan tangannya membuka paha Sarah lebar-lebar dan ditusukkannya lagi batang penisnya ke dalam liang Sarah. Jleeebh…! “Aaahhh….!” Sarah menjerit pelan. Anton menusuk liangnya dengan cepat dan langsung mengocoknya.
“Yeahh yaahhh… aahh…!” Desah Anton memacu tubuh Sarah.
“Plookk…plokk.. plokkk…!” Dengan posisi ini suara persetubuhan mereka pun makin kencang terdengar. Tangan Anton meraih kedua payudara Sarah dan meremas-remasnya sambil tetap memacu.
“Uuhh.. Toon… yeeessh….!” Sarah melenguh keenakan.
Setelah beberapa saat mereka menghentikan persetubuhan. Anton menindih tubuh Sarah memeluk dan menciuminya. Mereka saling mengatur napas masing-masing sambil bertatapan. Anton membelai-belai rambut Sarah, “luar biasa sayang…” bisiknya. Sarah diam mengatur napas. Dia memeluk tubuh Anton, kepalanya menggelayut manja di dadanya. Anton balas memeluk Sarah, kemudian mulut mereka saling berpagutan lagi.
“Lanjutin lagi sayang…? Aku belum keluar tadi…” bisik Sarah.
“Doggy yaah…?” Pinta Anton.
Sarah tersenyum manis. Tanpa menjawab ia langsung mengambil posisi menungging tanda setuju. Anton yang mengambil posisi di belakang Sarah tidak langsung menusuknya. Dielus dan diremas-remasnya kedua bongkah pantat Sarah yang mulus dan seksi. Sesekali dia menepuk-nepuknya gemas.
Plaak…! Plaaak…!
“Aahh…!” Desah Sarah manja.
Kemudian Anton membenamkan wajahnya di selangkangan Sarah yang menungging. Dioralnya lagi sejenak memek sarah.
“Sluurrp… slurrpp!” Suara decak lidah Anton.
“Mmhhh… Aaahhh…!” Sarah menggoyang-goyangkan pinggulnya manja.
“Ayoo doong…. tusuk lagi toonn…!” pintanya tak sabar meskipun merasa nikmat dioral begitu. Ibarat rasa gatal yang harus digaruk, makin gatal makin nikmat ketika digaruk.
Permainan lidah Anton membangkitkan sensasi ‘gatal’ di seluruh dinding rahim Sarah, batang keras Anton lah yang kemudian bertugas ‘menggaruk’nya. Setelah dirasa cukup, Anton segera menusukkan batangnya lagi, “Jleeb…!” dan mulai mengocoknya pelan.
“Oohh… Iyaahh… Sayaangg…!” Sarah ikut memajumundurkan pantatnya mengiringi gerakan Anton.
Namun sungguh tak disangka, suara tangisan Doni terdengar dari ruang sebelah.
“Duuhhh Ton, si Doni bangun…!” Keluh Sarah.
Dia segera bangkit dan berlari menuju box bayi tempat ditidurkannya Doni tadi. Doni memang berada satu kamar dengan mereka, namun berbeda ruangan. Terang saja dia terbangun, barangkali terganggu suara berisik percintaan Mamanya dengan Anton. Anton tentu saja agak kecewa. \
Dia terduduk di ranjang sambil mengurut-urut pelan adik kecilnya menjaga supaya tetap tegang. Sarah kemudian muncul menggendong Doni yang menyusu padanya. Sarah yang sama sekali tidak mengenakan bajunya lagi menjadi pemandangan unik bagi Anton. Seorang wanita telanjang bulat menyusui anaknya.
“Maaf ya Ton, sebentar, kayaknya tadi kita terlalu berisik sampe dia bangun…” Ucap Sarah. Anton mencoba tidak menampakkan wajah merengut. Biasanya mereka memang selalu berisik kalau bercinta. Apalagi ini pertama kali setelah setahun.
“Ya iyalah say… lagian ternyata kamu nidurin Doni di sebelah…” Jawab Anton.
“Habis di mana lagi? Aku kan juga harus menjaga dia. Kalau dia di kamar lain trus aku ga dengar dia nangis kan repot juga…” Sahut Sarah duduk di sebelah Anton di ranjang.
Anton mengecupi pipinya. Dia sadar posisi Sarah kini sudah berbeda. Kalau saja Doni sudah bisa berpikir saat itu tentu dia akan terkejut melihat Mamanya telanjang bulat bersama pria lain yang bukan Papanya di kamar. Hal ini juga tidak mengusik Sarah maupun Anton sama sekali. Dengan tenang Sarah menyusui Doni sambil telanjang bulat bersama Anton yang merupakan selingkuhannya.
“Ini Oom Anton… TTM Mama loh… Kamu nakal ya gangguin Oom ngentot Mama. Kasihan tuh Oom nahan konak…! Hi hi hi…” Gila, Sarah malah mengajak bicara bayinya dengan bahasa seperti itu dan menganggapnya lucu.
Anton tertegun untuk sesaat, tapi kemudian ikut menimpali, “Duuh enaknya nyusu, gantian doong Don…”
Sarah cekikikan mendengarnya, “Kan susuku ada dua, boleh nih nyusu bareng kalo mau…?” Ujarnya.
Tak perlu disuruh 2 kali Anton langsung meraih payudara Sarah.
“Oh iya nih satunya nganggur… boleh ya Don bagi-bagi sama Oom…?” Benar-benar gila 2 manusia ini, entah bagaimana nanti perkembangan moral Doni nanti. Saat kecil saja sudah disuguhi tontonan Mamanya berselingkuh. Anton mengenyot-ngenyot puting Sarah dengan rakus. Sarah pun menggelinjang kegelian…
“Iihh nafsu amat sih… kayak si Doni ini loh kalem!” Candanya.
Benar-benar pemandangan yang ganjil. Seorang ibu muda menyusui 2 laki-laki sekaligus. Bedanya, yang satu masih bayi dan satunya lagi pria dewasa yang bukan Papa si bayi. Tapi nampaknya hal itu sama sekali tidak mengusik Sarah maupun Anton.
Bahkan ada sensasi tersendiri dalam adegan tersebut yang menambah panas hubungan gelap mereka. Tentu saja Anton tidak benar-benar menghisap air susu Sarah. Dia hanya mempermainkan payudara dan putingnya untuk merangsang Sarah.
“Uuhh Ton… Nakal kamu…!” Desah Sarah geli sekaligus nikmat, tanpa peduli dengan Doni yang masih dalam gendongannya. Bahkan kemudian terbesit dalam benaknya untuk melanjutkan persetubuhan.
“Ton… baring dong…?” Pintanya.
“Hah?” Jawab Anton heran.
“Iyaah… Baring…!” Sarah mendorong tubuh Anton.
“Aku mau ditusuk lagi…!” Ucap Sarah lagi.
“Haah, Doni gimana…?” Tanya Anton sambil berbaring.
“Gapapa, dia anteng ini… Aku naikin kamu biar bisa gendong dia, kamu yang goyang yaah?” Jelas Sarah sambil menaiki tubuh Anton.
Gila sekali dia minta disetubuhi sementara masih menggendong bayinya. Anton diam tak berkata, dia manut saja mengacungkan batangnya ke atas, sementara Sarah mendudukinya hingga menancap di memeknya.
“Aaahh…” Desahnya.
“Kamu yakin…?” Tanya Anton.
“Kita coba…!” Jawab Sarah.
“Ayo Toon…” pintanya sambil dia sendiri menggoyang pinggulnya pelan.
Anton pun tidak berkata lagi, Dia sendiri juga tidak ingin terlalu lama menunggu untuk menyetubuhi Sarah lagi. Dia mulai mengocok memek Sarah dengan menaik turunkan pantatnya. Mulanya pelan, tapi dengan pasti mempercepat iramanya sedikit dengan sedikit sementara Sarah sendiri mengatur posisi Doni di gendongannya supaya tidak terlalu terngganggu.
“Ouuww.. yeesshh…” Keduanya mulai mendesah.
Seiring dengan kocokan Anton yang makin cepat, tubuh Sarah makin terguncang-guncang.
“Aaahhh Toonn…” Susah bagi dia menjaga Doni supaya tidak ikut terguncang-guncang.
Dia takut Doni menangis lagi apalagi malah muntah. Tapi di luar dugaan, Doni yang tidak menyusu lagi malah terlihat tertawa-tawa kegirangan ketika tubuhnya ikut terguncang-guncang ke atas dan ke bawah.
“Hehh… hek hek … Kyaa…!” Tawanya.
Heru papanya memang sering memainkannya begitu ketika menggendong Doni. Heru sering mengangkat Doni tinggi-tinggi bahkan dilambung-lambungkannya tubuh Doni. Doni sangat senang diperlakukan begitu. Bahkan kadang kalau menangis bukan karena lapar, seringkali hal itu yang dapat menghentikan tangisannya.
“Sayaang… Aahh… Kamu kesenengan yaaah…! Kayak main sama Papaaah…?”
“Samaa dong…, Mamaah juga enak nih kayak main sama Papa juga… aaahh!”
Edan! Sarah mengajak bicara bayinya sambil mendesah-desah keenakan karena Anton juga tidak memperlambat irama kocokannya. Sarah kemudian mengangkat Doni dengan kedua tangannya,
“Iyaaakkhh… terbaangg…” Seperti mengajaknya bermain. Tentu saja dengan tubuhnya terus bergoncang dihajar Anton tanpa ampun dari bawah.
“Aahhh gilaah Ton… Nikmaatt!!” Jerit Sarah kepuasan. Ini benar-benar sensasi baru dalam bercinta. Dia mengalami orgasme sambil menggendong bayinya.
“Seerrr… Craatt…” Cairan cinta Sarah mengalir dengan deras, membasahi batang Doni.
Doni memperlambat kocokan, dirasakannya cairan cinta Sarah yang muncrat menyelimuti seluruh permukaan batangnya. Sarah memeluk erat Doni sambil memejamkan matanya saat menyemprotkan cairannya sampai tetes terakhir.
“Aaa… aaa… aahhh…” Desahnya panjang. “Nikmaat Toon… Gilaa Tooon…” Kemudian dikecupinya pipi Doni, “Kamu juga seneng kan sayaang…? Mama juga enaak loh… Anak pintar… nggak rewel ya… Mama mau ronde kedua sama Oom Anton, kamu boboan saja yaah?” bisik Sarah. “Boboan di sini aja bareng Mama sama Oom…”
Sarah membaringkan Doni di samping Anton yang diam saja melihat kelakuan ibu muda itu. Tapi baru saja Sarah hendak bangkit, Doni langsung rewel lagi. Agaknya dia ingin tetap digendong Mamanya. Biasanya kalau baru bangun tidur memang musti disusui dan digendong. Tidur lagi jelas tidak mungkin, boboan saja juga jelas tidak betah.
“Tuuhh sayaang, kok rewel?” Sarah meraih Doni, diangkatnya lagi dalam gendongannya.
“Iya… iya… main terbang lagi yaah?” Sarah mencoba menenangkan bayinya itu.
“Yaah, Oom kan pingin doggy sama mama kamu… Tadi mau doggy gak jadi gara-gara kamu bangun…” Anton ikut nimbrung.
“Huussh kamu ini…” Ujar Sarah sambil tertawa geli.
Kedua pasangan gelap ini memang gila. Doni yang masih bayi malah dikenalkan pada istilah-istilah persetubuhan.
“Oom ngentotin Mama dulu yaa, kamu bobo lagi dong?” Anton malah semakin menjadi. Sarah dan Anton sama-sama geli dengan tingkah mereka sendiri itu.
“Kita doggy sambil berdiri Ton… Supaya aku bisa sambil nggendong Doni.”
“Waah gimana tuh…”
“Ga tau, kita coba dulu…?”
“Gimana kalo aku yang gendong? Kamu kan nungging, pasti susah…”
“Mmm coba deh, dia rewel nggak sama kamu…” Sarah menyerahkan Doni pada Anton. Anton mulai menimang-nimang Doni. “Anak manis… anak cakep… Tau aja mamanya dientotin orang jadi rewel… Heh he he…!”
“Iih kamu inii…” Sarah mencubit tangan Anton.
“Aduuhhh… awas ya, nanti kubalas kugelitikin memekmu habis-habisan sampe kamu minta ampun…!”Ledek Anton.
Ternyata Doni tak mau tenang. Anton memang asing baginya, dia ribut minta segera kembali ke pelukan Sarah, Mamanya. Dengan sigap Sarah pun segera mengambil kembali Doni dari gendongan Anton.
“Iyaa… sini sayang sama Mama…” Ajaknya.
Doni pun mulai tenang lagi. Anton kemudian memeluk Sarah dari belakang. Diciuminya tengkuk Sarah. Sarah diam saja memejamkan matanya.
“Coba membungkuk dikit aja sayang…” pinta Anton. Dia membimbing Sarah menghadap dinding supaya satu tangannya bisa bertumpu di situ. Sarah pun mencoba, tangan kirinya menggendong Doni, sementara tangan kanannya bertumpu pada dinding, dia membungkuk sedikit, menyodorkan pantatnya ke belakang dan melebarkan kakinya.
Anton mengambil posisi di belakangnya, mengelus vagina Sarah kemudian mengarahkan batangnya. Akan tetapi sungguh di luar dugaan. Belum sempat Anton menusukkan batangnya itu, tiba-tiba mereka dikejutkan oleh suara ketukan di pintu kamar itu.
“Tok… tok… tok…!”
Bagai disambar geledek mereka mendengarnya. Baik Sarah maupun Anton sama-sama terdiam seribu bahasa.
“Tok… tok… tok…!”
“Shiiit!!” Sarah mengumpat dalam hati. Apakah suaminya pulang sesiang ini, batinnya khawatir. Jantungnya berdegup kencang.
“Tante…? Tante ada di dalam?” Terdengar tanya dari luar.
“Ya ampuun, itu Tejo…!” Hampir lupa Sarah dengan keponakannya itu. Tak terasa waktu berlalu, dan kini Tejo pun sudah pulang dari sekolah. Sarah yang tadinya mengira itu suaminya jelas merasa lega. Walaupun kehadiran Tejo tentu saja mengganggu aktifitasnya bersama Anton. Kamar Sarah yang luas, dengan dinding dan pintu yang tebal memang nyaris kedap suara.
Jika berada di dalam, suara-suara di luar hampir tidak terdengar. Begitu juga dari luar juga akan sulit mendengar suara-suara dari dalam kamar. Itulah mengapa Sarah tidak mendengar Tejo memasuki rumah. Akan tetapi, tidak biasanya juga Tejo mengetuk pintunya saat pulang dari sekolah kecuali mungkin dia ada urusan.
“Yaa Jo? Ada apa, kamu udah pulang ya? Bentar…!” Sarah menjawab setengah teriak.
“Gimana ni say?” Tanya Anton gusar. Raut mukanya memperlihatkan kekecewaan.
“Iih ga tau, kamu diam aja di sini…” Jawab Sarah.
Ini yang dia khawatirkan tadi dengan Anton yang datang terlalu siang. Dia bergegas mengenakan dasternya dan keluar menemui Tejo sambil menggendong Doni. Anton duduk terdiam di atas ranjang. Untuk berjaga-jaga dia juga mengenakan pakaiannya lagi. Posisi ranjang Sarah yang strategis membuatnya tidak terlihat dari luar meski pintu kamar terbuka.
Ternyata teman-teman Tejo datang lagi seperti biasa. Mereka sudah duduk-duduk di ruang tamu Sarah. Rupanya inilah alasan Tejo mengetuk pintu kamar Sarah. Setiap teman-temannya datang Tejo memang selalu memberitahu Sarah.
Hanya pemberitahuan seperti, “Tante, teman-teman Tejo mau main di sini.” Dan biasanya Sarah juga menjawab sekenanya, “iya…” atau sekedar, “he eh…” Tejo memang khawatir tantenya keberatan ketika dia mengajak teman-temannya main ke rumah.
“Ada apa Jo…?” Tanya Sarah begitu keluar dan menutup pintu kamar. Dia agak terkejut juga dengan keberadaan teman-teman Tejo, apalagi saat itu dirinya hanya mengenakan daster pendek yang tipis dan terbuka di bagian bahu. Tapi dia tidak ingin memperlihatkan kekagetan itu. Sikapnya berusaha terlihat wajar.
“Tante, tadi kirain rumah sepi… Tapi Tejo lihat mobil Oom Anton di luar. Ini teman-teman Tejo mau main di sini.” Jawab Tejo.
Seperti biasa dirinya terpesona dengan penampilan Sarah. Meski tadi Sarah sudah menghapus keringat, masih terlihat sisa-sisa titik keringat di kulit halusnya. Tejo tentu bertanya-tanya karena kamar tantenya itu ber-AC.
“Oh iya Jo, ya udah santai aja… Iya Oom Anton juga lagi main di sini.” Jawab Sarah.
Dia sudah menduga tentu Tejo sudah melihat mobil Anton di luar. Bisa saja dia berbohong dengan mengatakan Anton hanya menitipkan mobil di situ, tapi dia takut nanti tidak ada kesempatan bagi Anton untuk menyelinap keluar tanpa ketahuan Tejo.
“Mmm… Oom Antonnya ada di dalam ya?” Tanya Tejo penasaran.
“Iyah… yuk, Tante masuk dulu. Kalian santai aja, Tante lagi ada urusan belum selesai sama Oom Anton.” Jawab Sarah. “Oh iya, kalau mau makan juga ada camilan tuh di meja, tapi kalo nasi ga tau ya cukup apa tidak buat kalian…” Lanjutnya lagi.
“makasih Tante, tadi udah pada jajan kok di sekolah… Mmm…” Tejo tidak melanjutkan kalimatnya membuat Sarah tertahan untuk segera masuk ke dalam kamar.
Diliriknya teman-teman Tejo pada blingsatan curi-curi pandang ke arahnya dari ruang tamu. Alih-alih risih, dirinya malah merasa senang dikagumi begitu.
“Ada apa lagi…?” Tanya Sarah tersenyum pada Tejo.
“Ini Tante… ee… Kemarin katanya Tejo suruh ngenalin temen-temen Tejo sama Tante?” Jawab Tejo. Terlihat dia agak ragu menyampaikan itu.
Sarah teringat kemarin dia memang meminta itu. Awalnya Sarah agak ragu karena penampilan dia kini yang hanya memakai pakaian sekedarnya bahkan tanpa mengenakan daleman. Tapi sejurus kemudian, justru hal itulah yang membuat dia tertantang untuk tampil di hadapan teman-teman Tejo berkenalan dengan mereka. Agaknya naluri ekshibisionisnya muncul lagi.
“Mmmm… ya udah ayo sini Tante dikenalin…” Jawab Sarah.
Tejo terlihat girang seakan dia memang berniat memamerkan tantenya yang molek itu pada teman-temannya. Satu persatu temannya menjabat tangan Sarah memperkenalkan dirinya. Sarah tersenyum manis ketika menyalami mereka. Diperhatikannya wajah mereka yang terlihat malu-malu mupeng itu. Mereka semua berlima, Beni, Luki, Yadi, Boim, dan Eno. Wajah mereka sebelas dua belas dengan wajah Tejo ponakannya, alias ancur.
“Ga bisa milih temen yang mendingan apa, kok parah semua begini… Dasar sejenis… Hi hi hi…” Sarah tertawa dalam hati.
Jeleknya wajah mereka yang menampakkan kemupengan itu justru menjadi sensasi pemandangan tersendiri bagi Sarah. Sejenak dia teringat pada Bambang, selingkuhannya selain Anton. Wajah Bambang tidak setampan Anton, bahkan jauh. Akan tetapi ketika sama-sama mupeng terhadap dirinya, Sarah merasa lebih gemas pada Bambang ketimbang Anton. Entah kelainan apa itu, Sarah tidak terlalu peduli.
“Putranya umur berapa Tante?” Luki yang terlihat paling bongsor di antara mereka mencoba berbasa-basi.
“Ooh ini? Belum ada setahun nih… berapa bulan yaa?” Jawab Sarah menerawang.
“Mmm, sekitar 8 bulanlah…” Jawabnya lagi. “Lah kamu sendiri umur berapa? Kok berteman dengan Tejo? Kayaknya kamu udah ‘tua’ deh… Masak masih kelas 2 SMP?” Ledek Sarah penasaran.
“Nah lo… kena deh lo… Ha ha ha…!” Teman-temannya yang lain tertawa terbahak. Wajah Luki memerah malu.
“Dia udah 17 tahun Tante! Ga naik kelas terus!” Tejo yang menjawab pertanyaan Sarah sambil tertawa.
Luki merengut pada Tejo. Sarah ikut tertawa lepas membuat Luki makin tersipu. Tapi dia dan teman-temannya diam-diam makin terpesona dengan wajah Sarah ketika tertawa lepas itu.
“Lah kalo 17 tahun mustinya udah SMA dong? Parah luu…” Goda Sarah. Luki makin salah tingkah dibuatnya. Menyesal sekali tadi dia berbasa-basi menanyakan umur yang akhirnya malah jadi boomerang buat dia.
“Ya sudah… sudah…” Sarah tidak mau berlama menggoda Luki. “Makanya temenan sama ponakan Tante ini, biar ketularan pinter…” Lanjut Sarah memuji Tejo sambil mengelus rambut Tejo.
Bangga sekali Tejo dipuji begitu, bahkan baru kali ini tantenya itu mengelus-elus kepalanya dengan sayang seperti pada anaknya sendiri. Semua itu berjalan alami saja, Sarah juga tidak ambil pusing. Ketika hendak berpamitan masuk terbesit ide dalam benak Sarah untuk menitipkan Doni paad mereka.
“Mmmm… Jo?” Tanyanya ragu.
“Ada apa Tante?” Jawab Tejo.
“Kamu bisa ajak main Doni ini? Dia kan udah biasa sama kamu…” pinta Sarah.
“Ya gapapa Tante…” Tejo menyanggupi.
Senang sekali Sarah mendengarnya. Apalagi ketika digendong Tejo, Doni memang tidak meronta. Tidak seperti dengan Anton, bayinya itu sudah terbiasa dengan Tejo. Tejo sendiri juga tidak pernah canggung anak Sarah yang terhitung sepupunya sendiri itu.
“Tante, kita boleh nonton DVD nggak?” Pinta Tejo.
“Ya boleh aja, tapi Tante nggak punya film, emang kamu bawa sendiri?” Tanya Sarah.
“Iya ini si Luki yang bawa…” Jawab Tejo.
“Ya udah terserah…” Sarah mengijinkan, lalu bergegas masuk kamar meninggalkan mereka.
Setelah mengunci pintu kamarnya, Sarah langsung melolosi dasternya hingga telanjang bulat lagi. Ditubruknya dan dipeluknya tubuh Anton yang berbaring tertegun di atas ranjangnya. Anton sudah berpakaian lengkap saat itu.
“Iiihh kok udah dipake bajunya…?” Tanya Sarah manja.
“Jadi…? Lanjut niihh…?” Tanya Anton seperti tak percaya.
“Ya iyya lahh… Nggak mau kamu…?” Kerling Sarah manis.
“Ya mau lah… Tapi gimana si Tejo, kayaknya tadi juga ada teman-temannya? Trus si Doni juga gimana?” Tanya Anton lagi penasaran.
“Udaah itu urusanku… Doni juga udah sama Tejo…” Terang Sarah sambil mulai melucuti celana Anton.
“Gila… Yakin nih?” Anton masih ragu.
“Udaahh bawel…!” Jawab Sarah. Geli juga dia dengan kekhawatiran Anton.
“Nakaall ya kamuu…” Anton tiba-tiba bangkit mendorong Sarah hingga terlentang. “Kyaaa..!” Pekik Sarah kaget. Anton bergegas membuka dan melempar semua pakaiannya. Mereka berdua kini kembali berbugil ria.
“Jadi sampe puas nih? Tejo sudah ga jadi masalah?” Goda Anton.
Tangannya mengocok-ngocok pelan penisnya yang sempat layu. Kini perlahan tapi pasti batangnya mengeras kembali hingga maksimal. Dia yang tadi memang belum mencapai klimaks kini siap ‘membantai’ Sarah lagi tanpa ampun.
“Enak aja, nanti aku harus memandikan dan menyuapi Doni…” Jawab Sarah membelai pipi Anton yang telah bersiap menindihnya dari atas. Anton tidak ambil pusing dengan jawaban sarah itu. Dia tidak ingin membuang waktu lagi. Bleesss! Batang penisnya segera menembus liang vagina Sarah dengan cepat.
“Aahhh…!” Keduanya mulai memacu bersama mendaki puncak kenikmatan tanpa ada gangguan berarti lagi.
Walau kali ini mereka agak mengontrol lenguh desah mereka supaya tidak terlampau keras hingga terdengar dari luar. Selain itu tak ada masalah lainnya. Dengan bebas mereka bergumul seru berguling-guling di atas ranjang. Berganti-ganti posisi dan kendali hingga beberapa kali. Bahkan sambil berdiri mereka berpindah tempat menjelajahi tiap sudut ruangan kamar Sarah.
Siang itu Anton memberi 3 orgasme pada Sarah selama hampir 2 jam sebelum akhirnya gilirannya datang. Irama mereka mulai melambat seiring dengan berakhirnya orgasme ketiga Sarah. Anton tidak mampu lagi menahan lebih lama.
“Facial ya sayang…?” bisiknya di telinga Sarah yang masih terengah setelah menyemburkan cairannya untuk ketiga kalinya.
Matanya terpejam, tangannya masih menggenggam bantal dengan kencang.
“Aahh… Baru pertama udah minta facial aja kamu…?” Jawab Sarah sambil tersenyum manis pada Anton saat napasnya mulai agak teratur.
Anton memang kerap meminta menumpahkan spermanya di wajah cantik Sarah. Dia sangat suka dengan hal itu. Dia sangat senang memperhatikan wajah cantik wanita yang ditidurinya menengadah di bawah penisnya menanti semburan spermanya. Terlebih saat spermanya menyembur, dia benar-benar menikmati membidik dan menembakkannya ke wajah itu hingga tetes terakhir.
Akan tetapi tidak semua wanitanya senang dibegitukan. Kebanyakan tentu karena jijik dan merasa direndahkan dengan perilaku begitu. Sarah termasuk wanita yang kadang mau menuruti kemauan Anton itu, walaupun awalnya Sarah juga menolak dan merasa risih. Tapi karena Anton sering merajuk memintanya, akhirnya Sarah mau mencobanya.
Pengalaman pertama difacial dengan sperma Anton rasanya aneh bagi Sarah. Wajar saja, meski hal itu sering dia lihat dalam adegan film-film biru, baginya hal itu sama sekali tidak nyaman. Akan tetapi lama kelamaan dia mulai bisa menikmatinya. Awalnya hanya sensasi memuaskan fantasi Anton, namun pada akhirnya dia terbiasa juga dengan rasa sperma.
Di antara sedikit wanita yang mau menerima facial, Sarah juga paling memuaskan dalam memenuhi permintaan Anton itu. Anton bisa memintanya membuka mata dan mulut ketika menerima semburannya, sementara wanita yang lain lebih sering memejamkan mata dan menutup mulut mereka rapat-rapat.
Hal itu cukup mengurangi kepuasan Anton sebagai laki-laki. Meskipun begitu, tidak selalu Sarah mau menuruti permintaan itu tiap mereka bercinta. Anton juga mengerti hal itu. Kebanyakan dia tetap berejakulasi di dalam rahim Sarah. Hanya sesekali dia meminta facial di beberapa momen persetubuhan mereka. Kali ini dia ingin menikmati lagi menyembur wajah manis Sarah dengan cairannya yang sudah di ujung itu.
“Mau ya sayang…” pintanya lagi penuh harap.
Sarah tersenyum dan mengangguk pelan tanda setuju. Sungguh girang Anton karenanya. Mereka pun segera ambil posisi. Sarah duduk bersimpuh di lantai di hadapan Anton yang berdiri sambil mengocok penisnya dengan cepat. Tangan kiri Anton membelai dan menaikkan dagu Sarah supaya wajahnya menegadah ke atas. Sarah menurut saja, dia sudah mengerti harus bagaimana.
Mulutnya menganga, lidahnya agak dijulurkan keluar menanti tepat di depan Batang Anton yang sedang dikocok. Diperhatikannya kepala jamur yang makin memerah gara-gara dikocok dengan kecepatan penuh siap memuntahkan lahar panasnya. Dan… Crooott! Crooot! Crooot….! Sperma Anton menyembur dengan deras menyirami wajah Sarah.
“Yeesshh… That’s it baby…!” Desah Anton puas, badannya bergetar hebat. Spermanya ditembakkan nyaris rata ke seluruh wajah Sarah, sebagian besar mendarat mulus di lidah dan rongga mulut Sarah.
“Aaahhh…” Desah Sarah pelan.
Dia berusaha menjaga tidak menutup matanya kecuali ada sperma mendarat di atasnya. Sementara dia sudah terlatih untuk tidak menutup mulut sampai tetes terakhir sperma Anton keluar.
“Ooo ooo hhh……” Anton melenguh panjang. Sarah mengulum penisnya, menghisap-hisapnya memastikan tidak ada lagi sperma tersisa di dalamnya. Kemudian Anton rubuh di atas ranjang. Sarah bangkit dan duduk di sebelahnya memamerkan wajahnya yang berlepotan sperma. Tangannya mengelus-elus batang Anton yang mulai mengecil.
“Luar biasa sayang….” Ucap Anton lirih. Raut mukanya menunjukkan kepuasan yang sangat. “Kamu cantik sekali sayang…” Pujinya sambil mengagumi wajah Sarah yang dihiasi cairan kental putihnya.
“Spermamu hangat dan kental sekali… Lama di dalam ya ga pernah dikeluarin?” Goda Sarah.
Dia membiarkan sperma Anton yang melelehi wajahnya berlama menggantung di pipi dan dagunya. Hanya sedikit yang jatuh menetes ke bawah saking kentalnya.
Sungguh pemandangan yang menakjubkan bagi Anton. Sarah memang teramat istimewa baginya. Memang benar, sejujurnya dia baru saja diputuskan oleh pacarnya dan sudah hampir 2 bulan tidak bercinta dengan wanita. Dia menyeka sperma dari wajah Sarah dengan satu jari dan menyuapkannya ke mulut Sarah.
“Mmhhh…” Sarah melenguh manja tapi tidak menolak. Dijilatinya hingga bersih tiap Anton menyodorkan jarinya. Habis sudah seluruh sperma itu dari wajahnya berpindah ke perutnya. Tanpa rasa jijik Sarah menelan semuanya.
“Terima kasih cantiik…” Anton puas sekali kali ini.
Keduanya saling bertatapan dengan senyum penuh arti, kemudian saling melumat bibir dengan mesra. Sarah bangkit menarik tangan Anton yang masih terlihat malas-malasan. Wajarlah, sebenarnya tubuh mereka sama-sama masih lemas. Namun Sarah tetap menarik Anton ke kamar mandi untuk bersama-sama membilas tubuh mereka di situ.
Di hari-hari sebelumnya memang biasanya mereka akan bermalas-malasan rebah di ranjang selepas bercinta. Bahkan mereka tidak takut untuk tidur siang bersama dan kemudian mengulang persetubuhan hingga bisa sampai 3 atau 4 kali. Tapi kali ini keadaannya telah berbeda. Anton pun tahu diri. Mereka membilas diri di bawah shower air hangat sambil sedikit bercumbu tanpa memulai persetubuhan lagi.
Cerita Dewasa – Sarah Istri Binal Part 2
Ketika Sarah dan Anton keluar dari kamar mereka menjumpai Tejo dan teman-temannya asik menonton DVD di ruang tengah. Spontan mereka saling bertatapan. Anton agak canggung dibuatnya. Entah apa yang dipikirkan para pemuda tanggung itu melihat dia dan Sarah keluar dari kamar bersama. Sungguh heran Anton yang melihat Sarah tampak santai dan cuek.
“Apa dia yakin anak-anak ini tidak menduga apa yang barusan kita lakukan?” Tanyanya gusar dalam hati.
Sarah malah tersenyum manis pada Tejo dan teman-temannya yang terdiam itu. Jelas mereka memang memiliki bayangan kotor mengenai apa yang barusan terjadi di antara Anton dan Sarah. Hanya saja bayangan itu tidak seliar dengan apa yang dipikirkan Tejo.
Hal itu karena mereka tidak mengenal siapa Anton, mereka hanya tahu bahwa dia bukan suami Sarah, tapi mereka pikir bisa saja Anton itu saudara dari keluarga Sarah. Berbeda dengan Tejo yang tahu betul bahwa Anton bukan siapa-siapa dalam keluarga Sarah. Dalam hatinya, Tejo sudah merasa yakin betul bahwa tantenya itu baru saja berselingkuh!
“Bener bener nakal tanteku yang satu ini…” Batinnya. Jadi gemas dan terangsang sendiri Tejo memikirkannya.
“Udahh ayo pamit…” Ujar Sarah agak geli melihat Anton yang mendadak canggung.
“Eeh iya, Jo, semua… Mas pamit dulu…!” Seru Anton.
“Dah selesai Oom..?” Sahut Tejo.
“Duh anak ini manggilnya Oom terus dari kemarin”, gerutu Anton dalam hati. “Iya Jo, mas udahan… Yuuk semua!” Jawab Anton. Dia melambaikan tangannya lalu bergegas pergi.
Sarah mengantarnya sampai di teras setelah itu kembali masuk menemui Tejo dan teman-temannya.
“Doni rewel nggak Jo?” Tanya Sarah. Dia meraih Doni dari pangkuan Tejo dan duduk memangkunya.
“Tadi sih agak rewel sampe Tejo bingung… Tapi Tejo takut ganggu Tante sama Oom Anton jadi Tejo ajak main aja sampe capek.” Jawab Tejo Santai.
Sarah tertawa kecil mendengar kata-kata Tejo ‘takut ganggu Tante sama Oom Anton’.
“Iya makasih ya… Tante udah repotin.” Jawab Sarah menghadiahkan senyum manis pada ponakannya itu. Diam-diam Sarah berpikir, sudah 2 kali Tejo membantu memperlancar ‘urusan birahi’nya: Kemarin dengan jagungnya dan kini dengan bantuannya menjaga Doni.
Tersenyum-senyum sendiri Sarah dibuatnya. Sementara Tejo makin kesengsem dengan Tantenya itu, teman-temannya agak salah tingkah dengan hadirnya Sarah duduk menemani mereka di ruang tengah itu.
“Serius amat kalian, nonton film apa siih…?” Ujar Sarah memecah perhatian mereka.
“Eehh ini Tante… Film Transformers Tante…!” Sahut mereka hampir bersamaan.
“Dari tadi kalian nonton film ini aja?” Selidik Sarah curiga.
Dia melihat tampaknya film itu baru mulai, padahal kalau dari tadi mereka menontonnya mustinya sudah hampir habis film berdurasi 2 jam itu. Tanpa menunggu jawaban dia langsung memungut plastik di atas meja yang tampaknya adalah wadah CD. Tejo dan teman-temannya lang